BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut Wand dan Brown,
"evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
dari sesuatu" (Nurkancana dan Sunartana, 1990: 11). Selain itu, Rasyid dan
Mansur (2008: 3) mendefinisikan evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas
atau kelompok. Dengan evaluasi, guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar,
intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa.
Yang lebih penting lagi, hasil evaluasi diharapkan dapat mendorong pendidik untuk mengajar lebih
baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi, evaluasi
memberikan informasi bagi kelas dan pendidik untuk meningkatkan proses belajar
mengajar.
Menurut pendapat Hamalik (2006: 159), evaluasi hasil belajar
adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi),
pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat
hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan
belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kirtpatrick (1998)
menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam pembelajaran, yaitu pengetahuan
yang dipelajari, ketrampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu
diubah (dalam Rasyid dan Mansur, 2008: 3). Namun, untuk keperluan evaluasi diperlukan teknik evaluasi yang bervariasi dan tepat
tujuan.
Guru sebagai evaluator
hendaknya mengetahui dan memahami hakikat teknik-teknik evaluasi yang dapat
digunakan dalam mengukur dan menilai hasil belajar. Karena melalui mengukur, seorang
guru akan memperoleh data kuantitatif terhadap hasil belajar siswa. Hasil
tersebut dapat diketahui melalui angka-angka yang diperoleh dalam pengukuran
masing-masing siswa dengan berpatokan pada suatu ukuran. Selain itu, juga dapat
dilakukan melalui sebuah penilaian, yaitu siswa dinilai berdasarkan angka-angka
yang diperolehnya; bersifat kualitatif.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana prinsip-prinsip dasar evaluasi
hasil belajar?
2.
Bagaimana ciri-ciri evaluasi hasil
belajar?
3.
Bagaimana ranah kognitif, ranah afektif,
dan ranah psikomotorik sebagai obyek evaluasi hasil belajar?
4.
Bagaimana langkah-langkah pokok dalam
evaluasi hasil belajar?
5.
Ada berapa macam teknik evaluasi hasil
belajar?
1.3 Tujuan
Dalam tujuan
pembahasan makalah ini diharapkan dapat mengetahui
dan memahami:
1. prinsip-prinsip
dasar evaluasi hasil belajar;
2. ciri-ciri
evaluasi hasil belajar;
3. ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik
sebagai obyek evaluasi hasil belajar;
4. langkah-langkah
pokok dalam evaluasi hasil belajar; dan
5. teknik-teknik
evaluasi hasil belajar.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Prinsip-prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
Menurut Sudijono (2008: 30) evaluasi
terhadap hasil belajar setidaknya mencakup dua hal, yaitu evaluasi pencapaian
peserta didik terhadap tujuan khusus dan evaluasi pencapaian peserta didik
terhadap tujuan umum pengajaran. Evaluasi hasil belajar dapat terlaksana jika
menggunakan tiga prinsip dasar yakni: (1) prinsip keseluruhan, (2) prinsip
kesinambungan, dan (3) prinsip objektivitas. Seluruh kegiatan yang dilakukan
oleh pendidik dalam rangka menilai ketercapaian peserta didik terhadap
indikator atau kriteria yang telah ditentukan disebut evaluasi hasil belajar.
Menurut Depdiknas (2007: 4),
penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.
Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
2.
Objektif, berarti penilaian didasarkan
pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3.
Adil, berarti penilaian tidak
menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta
perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi,
dan gender.
4.
Terpadu, berarti penilaian oleh
pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran.
5.
Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6.
Menyeluruh dan berkesinambungan,
berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan
menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan
kemampuan peserta didik.
7.
Sistematis, berarti penilaian dilakukan
secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8.
Beracuan kriteria, berarti penilaian
didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9.
Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya
2.2
Ciri-ciri Evaluasi Hasil Belajar
Mengacu
dari teori yang dikemukakan oleh Sudijono, ciri-ciri evaluasi hasil belajar
dibedakan atas lima, yaitu sebagai berikut.
1.
Evaluasi dilaksanakan dalam rangka
mengukur keberhasilan belajar peserta didik, pengukuran tidak dapat dilakukan
secara langsung, tetapi hanya didasarkan pada indikator-indikator atau
gejala-gejala yang nampak. Oleh karena itu, masalah ketepatan alat ukur yang
digunakan (valid) menjadi masalah tersendiri.
2.
Pengukuran dalam rangka menilai
keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran
kuantitatif atau angka-angka.
3.
Kegiatan evaluasi hasil belajar pada
umumnya digunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap.
4.
Prestasi belajar yang dicapai olih
peserta didik dari waktu ke waktu setelah bersifat relatif, tidak akan
menunjukkan kesamaan dan tergantung pada faktor-faktor, seperti peserta didik,
penilai, dan situasi yang terjadi pada saat penilai berlangsung.
5.
Kegiatan hasil belajar sulit dihindari
terjadinya kekeliruan pengukuran (error),
yang disebabkan oleh (a) alat ukurnya (tidak valid dan realiabel); (b) penilai
(faktor subyektif, kecenderungan nilai murah atau mahal, kesan pribadi terhadap
peserta tes, pengaruh hasil yang lalu, kesalahan menghitung, suasana hati
penilai); (c) kondisi fisik dan psikis peserta tes; dan (d) kesalahan akibat
suasana ujian (suasana gaduh, pengawasan yang tidak baik dan sebagainya).
2.3
Ranah Kognitif, Ranah Afektif, Ranah Psikomotorik sebagai Obyek
Evaluasi Hasil Belajar
Ranah
kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya
kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan
kemampuan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap,
minat, konsep diri, nilai dan moral.
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya
melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis,
memukul, melompat dan lain sebagainya.
Dalam
paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan
cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi
sedemikian rupa melalui bentuk tes objektif. Sementara, penilaian dalam aspek
afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.
2.4
Langkah-langkah Pokok dalam Evaluasi Hasil Belajar
Sekalipun tidak selalu sama, namun pada
umumnya para pakar dalam bidang evaluasi pendidikan merinci kegiatan evaluasi
ke dalam enam langkah pokok.
1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus
disusun lebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan hasil
belajar itu umumnya mencakup enam jenis kegiatan, yaitu sebagai berikut.
a. Merumuskan
tujuan dilaksanakannya evaluasi
Perumusan
tujuan evaluasi hasil belajar itu penting sekali, sebab tanpa tujuan yang jelas
maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah dan pada gilirannya dapat
mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti dan fungsinya.
b. Menetapkna
aspek-aspek yang hendak dievaluasi. Misalnya apakah aspek kognitif, aspek
afektif ataukah aspek psikomotorik.
c. Memilih dan menentukan
teknik yang akan digunakan dalam melaksanakan evaluasi, misalnya apakah
evaluasi itu akan dilaksanakan dengan menggunakan teknik tes ataukah teknik
nontes. Jika teknik yang akan dipergunakan itu adalah teknik nontes, apakah
pelaksanaannya dengan menggunakan pengamatan (observasi), melakukan wawancara (interview),
menyebarkan angket.
d. Menyusun
alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penialain hasil
belajar peserta didik, seperti butir-butir soal tes hasil belajar (pada
evaluasi hasil belajar yang menggunakan teknik tes). Daftar check (check list), rating scale, panduan wawancara (interview guide) atau daftar angket (questionnaire), untuk evaluasi hasil belajar yang menggunakan
teknik nontes.
e. Menentukan
tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan untuk
memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi. Misalnya apakah yang akan
dipergunakan Penilaian Beracuan Patokan (PAP) ataukah akan dipergunakan
Penilaian beracuan kelompok atau Norma (PAN).
f. Menentukan
frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa
kali evaluasi hasil belajar itu akan dilaksanakan).
2. Menghimpun data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan
menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan
menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu
menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara atau angket
dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check list, interview
guide atau questionnaire (apabila
evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik nontes).
3. Melakukan verifikasi data
Data yang telah berhasil dihimpun harus disaring lebih
dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu dikenal dengan
istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan untuk
dapat memisahkan data yang “baik” (yaitu data yang dapat memperjelas gambaran
yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang
dievaluasi) dari data yang “kurang baik” (yaitu data yang akan mengaburkan
gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).
4. Mengolah dan menganalisis data
Mengolah dan menganilisis hasil evaluasi dilakukan dengan
maksud untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam
kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu maka data hasil evaluasi perlu disusun
dan diatur demikian rupa sehingga “dapat berbicara”. Dalam mengolah dan
menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik.
5. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
Penafsiran atau interpretasi terhadap data hasil evaluasi
belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung
dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar
interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan
kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah
barang tertentu mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.
6.
Tindak lanjut hasil
evaluasi
Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah
disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui
apa makna yang terkandung di dalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat
mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu
sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.
2.5
Teknik-teknik Evaluasi Hasil Belajar
2.5.1
Pengertian Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Dalam KBBI, teknik
diartikan sebagai sebuah model atau sistem mengerjakan sesuatu. Akan tetapi, istilah teknik dapat juga diartikan sebagai “alat”. Jadi dalam istilah teknik
evaluasi hasil belajar terkandung arti alat–alat (yang digunakan dalam rangka
melakukan) evaluasi hasil belajar.
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan dalam mengevaluasi hasil
belajar. Sedangkan yang dimaksud evaluasi hasil belajar adalah cara yang
digunakan oleh guru dalam mengevaluasi proses hasil belajar mengajar.
2.5.2
Macam-macam Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Menurut Arikunto (2002: 31) terdapat dua alat evaluasi, yakni teknik tes dan nontes. Dengan teknik tes, maka
evaluasi hasil belajar itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik.
Sebaliknya, dengan teknik nontes maka evaluasi hasil belajar dilakukan tanpa
menguji peserta didik.
2.5.2.1 Teknik Tes
1. Pengertian Tes
Tes adalah suatu cara
untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas
yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan
suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat
dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai
standar yang ditetapkan (Nurkancana dan Sunartana, 1990: 34).
Pendapat yang lain
dikemukakan oleh Rasyid dan Mansur (2008: 11), bahwa "tes merupakan salah
satu cara menaksir besarnya tingkat kemampuan manusia secara tidak langsung,
yaitu melalui respon seseorang terhadap sejumlah stimulus atau
pertanyaan." Oleh karena itu, agar diperoleh informasi yang akurat
dibutuhkan tes yang handal.
Teknik tes menurut Indrakusuma dalam (Arikunto, 2002:
32) adalah “suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif
untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang di inginkan
seseorang dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat”.
Berdasarkan pernyataan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara, prosedur, atau
alat yang sistematis dan objektif untuk mengevaluasi tingkah laku (kognitif,
afektif, dan psikomotor) siswa atau sekelompok siswa berdasarkan nilai standar
yang telah ditetapkan.
Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar,
tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu:
(1) untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat
materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu;
dan
(2) untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam
kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
Fungsi (1)
lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran, sedang
fungsi (2) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan
belajar masing-masing individu peserta tes.
2. Bentuk
Tes
Menurut Sudjana (2008:
35), tes hasil belajar dapat dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut.
1) Tes
Lisan
(Oral
Test)
Tes lisan adalah suatu bentuk tes yang menuntut jawaban
dari peserta didik dalam bentuk bahasa lisan. Peserta didik akan mengucapkan
jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan ataupun perintah
yang diberikan. Tes lisan dapat digunakan untuk
mengetahui taraf peserta didik untuk masalah yang berkaitan dvengan kognitif,
yaitu pengetahuan dan pemahaman. Tes lisan dapat berupa individual dan
kelompok. Tes individual, yaitu suatu tes yang diberikan kepada seorang siswa,
sedangkan tes kelompok, yaitu suatu tes yang diberikan kepada kepada sekolompok
siswa secara bersamaan.
2) Tes
Tertulis
(Written
Test)
Tes tertulis adalah suatu tes yang menuntut siswa
memberikan jawaban secara tertulis. Tes tertulis dapat
dibedakan menjadi tes esai atau uraian dan
tes objektif.
a. Tes Uraian
Tes
uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk
menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan
kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini siswa dituntut
untuk mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Tes uraian layaknya
tes yang lain, memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri.
Adapaun
keunggulan pemakaian tes uraian, yaitu:
(1) dapat
mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
(2) dapat
mengembangkan kemampuan berbahasa, dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa;
(3) dapat
melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis,
analitis, dan sistematis;
(4) mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah (problem
solving); dan
(5) mudah
membuat soalnya sehingga guru dapat secara langsung melihat proses berpikir
siswa.
Adapun kelemahan tes uraian, yaitu:
(1) sampel
tes sangat terbatas, karena tidak dapat menguji semua bahan yang telah
diberikan, seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui
sejumlah pertanyaan;
(2) sifatnya
sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam
memerikasanya; dan
(3) tes
ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksanya
memerlukan waktu yang lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah
siswanya relatif banyak.
Bentuk
tes uraian dibedakan atas (a) uraian bebas (free
essay), (b) uraian terbatas, dan (c) uraian berstruktur.
a) Uraian Bebas
Dalam
uraian bebas, jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu
sendiri. Contoh pertanyaan bentuk uraian bebas, misalnya "Manut sameton, punapi sane mawasta basa Bali?"
Melihat
karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila
bertujuan untuk:
(1) mengungkap
pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan
intensitasnya;
(2) mengupas
suatu persoalanyang kemungkinan jawabannya beranekaragam sehingga tidak ada
satu pun jawaban yang pasti.
(3) Mengembangkan
daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau
dimensinya.
Kelemahan dari tes uraian bebas adalah
sukar menilainya karena jawaban siswa bisa bervariasi, sulit menentukan
kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai
penilainya.
b) Uraian Terbatas
Dalam bentuk uraian terbatas, pertanyaan
telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu.
Pembatasan bisa dari segi (a) ruang lingkupnya, (b) sudut pandang menjawabnya,
dan (c) indikator-indikatornya. Contoh pertanyaan uraian terbatas, misalnya "Indayang sambatang tiga tetujon
malajahin basa Bali!"
Dilihat dari keterbatasa pertanyaannya,
maka tes ini jauh lebih mudah dan tepat dalam mengevaluasi jawaban siswa,
karena kriteria jawaban yang benar telah diketahui oleh guru.
c) Uraian Berstruktur
Bentuk tes uraian yang ketiga adalah tes
uraian berstruktur. Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara soal-soal
objektif dan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan serangkaian soal
jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawabnya. Soal yang
berstruktur berisi unsur-unsur (a) pengantar soal, (b) seperangkat data, dan
(c) serangkaian subsoal. Adapun contoh uraian berstruktur adalah sebagai
berikut.
Indayang uratiang pupuh ring sor!
Eda
ngaden awak bisa,
depang
anake ngadanin,
geginane
buka nyampat,
anak
sai tumbuh luu,
ilang
luu buke katah,
yadin
ririh,
liu
enu paplajahan.
Pitaken:
a)
Punapi
wastan pupuh ring duur?
b)
Indayang
sambatang padalingsa sane ngwangun pupuh ring duur!
b. Tes Objektif
Tes objektif
adalah tes tertulis yang menuntut siswa
memilih jawaban yang telah disediakan atau
memberikan jawaban singkat. Tes ini
digunakan untuk mengukur penguasaan siswa pada
tingkatan batas tertentu. Ruang lingkupnya
cenderung luas. Tes ini terdiri atas
beberapa bentuk soal, antara lain meliputi
(a) jawaban singkat, (b) benar-salah, (c) menjodohkan, dan (d) pilihan ganda.
a)
Bentuk
Soal Jawaban Singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan
soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol
dan jawabannya hanya dapat dinilai benar atau salah. Tes bentuk soal jawaban
singkat cocok untuk mengukur pengetahuan yang berhubungan dengan istilah
terminologi, fakta, prinsip, metode, prosedur, dan penafsiran data yang
sederhana. Ada dua bentuk soal jawaban singkat, yaitu (1) bentuk pertanyaan
langsung dan (2) bentuk pertanyaan tidak lengkap.
Adapun contoh pertanyaan langsung,
misalnya "Bebaosan widang resmi sane
unteng bebaosannyane mapaiketan ring kadharman kabaos?" (dharma wecana), dan
contoh pertanyaan tidak lengkap, misalnya "Titiang
sampun . . . . . . Ida jinah dibi semeng (ngaturin).
Melihat karakteristik soal jawaban
singkat tersebut, maka keunggulanbentuk soal ini, yaitu:
(1) menyusun
soal relatif mudah;
(2) kecil
kemungkinan siswa memberi jawaban dengan cara menebak;
(3) menuntut
siswa untuk dapat menjawab dengan singkat dan tepat; dan
(4) hasil
penilaiannya cukup objektif.
Adapun kelemahan yang dimiliki soal
jawaban singkat, yaitu:
(1) kurang
dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi;
(2) memerlukan
waktu yang agak lama untuk mengevaluasi meskipun tidak selama bentuk uraian;
(3) menyulitkan
pemeriksaan, apabila jawaban siswa membingungkan pemeriksa.
b. Bentuk Soal Benar-Salah (True-False)
Bentuk soal benar-salah adalah bentuk
tes yang soal-soalnya berupa pernyataan. Sebagian pernyataan merupakan
pernyataan yang benar dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah. Pada
umumnya, bentuk soal benar-salah dapat diapakai untuk mengukur pengetahuan
siswa tentang fakta, definisi, dan prinsip. Jawaban yang diharapkan dapat
diarahkan untuk memberi tanda silang (X), memberikan tanda rumput (√), atau
menulis salah satu huruf (B atau S) untuk jawaban yang dianggap tepat.
Adapun contohnya sebagai berikut.
No.
|
Pernyataan
|
Jawaban
|
|
B*
|
S*
|
||
1.
|
Panak
kambing madan wiwi. (B)
|
|
|
2.
|
Seket
imbuhin buin limolas dadi lebak. (S)
|
|
|
3.
|
Don
biu ane tuh madan kraras. (B)
|
|
|
Keterangan:
B* :
Benar (Beneh/Patut dalam bahasa
Bali).
S* :
Salah (Pelih/Iwang dalam bahasa
Bali).
Adapun keunggulan dari bentuk soal ini,
yaitu:
(1) pemeriksaan
dapat dilakukan dengan cepat dan objektif; dan
(2) soal
dapat disusun dengan mudah.
Adapun
kelemahan dari bentuk soal ini, yaitu:
(1) kemungkinan
menebak dengan benar jawaban setiap soal adalah 50%.
(2) Kurang
dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi karena hanya menuntut daya
ingat dan pengenalan kembali.
(3) Banyak
masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan (benar-salah).
c. Bentuk Soal Menjodohkan
Bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan pilihan
ganda. Perbedaannya adalah pilihan ganda terdiri atas stem dan option,
kemudian testee tinggal memilih salah satu option yang diberikan. Sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan
jawaban yang keduanya disusun pada dua kolom yang berbeda. Kolom sebelah
kiri menunjukkan kumpulan soal dan kolom sebelah kanan menunjukkan
kumpulan jawaban. Jumlah alternatif jawaban harus dibuat lebih banyak
dari jumlah soal untuk mengurangi kemungkinan siswa menjawab betul dengan menebak.
kemudian testee tinggal memilih salah satu option yang diberikan. Sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan
jawaban yang keduanya disusun pada dua kolom yang berbeda. Kolom sebelah
kiri menunjukkan kumpulan soal dan kolom sebelah kanan menunjukkan
kumpulan jawaban. Jumlah alternatif jawaban harus dibuat lebih banyak
dari jumlah soal untuk mengurangi kemungkinan siswa menjawab betul dengan menebak.
Kelompok A
|
|
Kelompok B
|
|||
1.
|
Basa
alus taluh
|
(c)
|
a.
|
lemlem
|
|
2.
|
Panak
jaran
|
(e)
|
b.
|
busung
|
|
3.
|
Don
jaka ane nguda
|
(g)
|
c.
|
adeng
|
|
4.
|
Muanne
kembang
|
(a)
|
d.
|
rijasa
|
|
5.
|
Isite
ngembang
|
(d)
|
e.
|
bebedag
|
|
|
|
|
f.
|
kunyali
|
|
|
|
|
g.
|
ambu
|
|
Adapun keunggulan bentuk soal
menjodohkan, yaitu:
(1) penilaian
dapat dilakukan dengan cepat dan efektif;
(2) tepat
digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi; dan
(3) dapat
mengukur pokok bahasan yang luas.
Terlepas
dari hal itu, bentuk soal menjodohkan juga memiliki kelemahn, yaitu:
(1) hanya
dapat mengukur hal-hal yang berdasarkan fakta dan hafalan; dan
(2) sukar
untuk menentukan pokok bahasan yang mengukur hal-hal berhubungan.
d. Bentuk Soal Pilihan Ganda
Soal pilihan
ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar dan paling
tepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk
soal pilihan ganda terdiri atas:
-
stem : pertanyaan atau pernyataan yang
berisi permasalahan yang
akan ditanyakan;
-
option : sejumlah pilihan atau alternatif
jawaban;
-
kunci :
jawaban yang benar dan paling tepat; dan
-
distractor : jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.
(pengecoh) (Sudjana, 2008: 48).
Adapun contoh soal pilihan ganda sebagai
berikut.
Basa Bali sane kanggen mabaos majeng ring
anak sane durung kenal utawi matiang-jero kawastanin . . .
a.
basa andap
b.
basa
alus
c.
basa
kasar
d.
basa madia
Adapaun keunggulan soal pilihan ganda,
yaitu:
(1) materi
yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan pengajaran yang telah
diberikan;
(2) jawaban
dapat dikoreksi (dievaluasi) dengan mudah dan cepat dengan kunci jawaban; dan
(3) jawaban
untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau salah sehingga penilaiannya
bersifat objektif.
Terlepas dari itum kelemehan tes ini,
yaitu:
(1) kemungkinan
untuk melakukan tebakan jawaban sangat besar;
(2) daya
nalar siswa kurang;
(3) proses
berpikir siswa tidak dapat dilihat secara nyata; dan
(4) cenderung
menyusun soal lebih sulit dan lama.
3. Tes
Tindakan
atau
Perbuatan
(Performance Test)
Tes perbuatan adalah bentuk tes yang menuntut jawaban
siswa dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Peserta didik bertindak
sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Misalnya, "Indayang
tembangang pupuh Sinom ring ajeng!"
2.5.2.2 Teknik
Nontes
Hasil belajar selain
dievaluasi melalui teknik tes, dapat juga dievaluasi melalui teknik nontes. Kenyataan di
lapangan adalah guru cenderung lebih banyak menggunakan teknik tes dalam
melakukan evaluasi hasil belajar siswa, dibandingkan dengan teknik nontes.
Evaluasi dengan
menggunakan teknik tes hanya mengacu pada aspek-aspek kognitif (pengetahuan) berdasarkan
hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.
Jika dibandingkan dengan teknik tes, teknik nontes jauh lebih komprehensif,
dalam artian dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai aspek dari individu
atau kelompok siswa sehingga tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja,
tetapi juga pada aspek yang lain seperti afektif dan psikomotor. Adapun jenis
teknik nontes yang dimaksud, yaitu wawancara, kuesioner, skala, observasi,
studi kasus, dan sosiometri.
1. Wawancara
Wawancara suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan
pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informsi yang hendak digali. Wawancara dibagi dibedakan atas dua kategori, yaitu pertama,
wawancara
berstruktur, yaitu wewancara yang dilakukan dengan mempersiapkan
pertanyaan-pertanyaan lebih awal sebelum menanyakannya kepada siswa. Kedua,
wawancara bebas (tak berstruktur), yaitu wawancara yang dilakukan tanpa
mempersiapkan pertanyaan lebih awal, namun pewawancara bebas dan secara langsung
bertanya kepada siswa terkait materi tertentu.
2. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa
kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner
langsung dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang
dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan kuesioner tidak
langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan
mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah
seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota
keluarganya.
Ditinjau dari segi cara menjawab maka kuesioner terbagi
menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertututp adalah
daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab hanya
memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai.
Sedangkan kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab
diperkenankan memberikan jawaban dan pendapatnya secara terperinci sesuai
dengan apa yang ia ketahui.
3. Skala
Skala adalah alat untuk
mengukur nilai sikap, minat, perhatian, dan sebagainya, yang disusun dalam
bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentung
rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Skala dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu skala pendidikan (rating
scale) dan skala sikap.
a.
Skala
pendidikan
Mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh
seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau
suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai rentangan
mulai dari yang tertinggi sampai terendah. Rentangan dapat dalam bentuk huru
(A, B, C, D, E), angka (4, 3, 2, 1, 0), atau 10, 9, 8, 7, 6, 5. Sedangkan rentangan kategori bisa
tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang, kurang.
b.
Skala
sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang
terhadap objek terlalu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif),
dan netral. Ada tiga komponen sikap
yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan
seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan
perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan
kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.
Skala sikap yang sering digunakan yaitu skala
Likert. Dalam skala ini, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik
penyataanpositif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju,
setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, atau sangat tidak setuju.
4. Observasi
Observasi atau
pengamatan digunakan untuk mengukur tingkah laku siswa atau sekelompok siswa. Melalui
pengamatan dapat diketahui bagaimana sikap dan perilaku siswa, kegiatan yang
dilakukannya, tingkat partisipasi dalam suatu kegiatan, proses kegiatan yang
dilakukannya, kemampuan, bahkan hasil yang diperoleh dari kegiatannya.
Ada tiga jenis
observasi, yaitu (a) observasi langsung, (b) observasi dengan alat (tidak
langsung), dan (c) observasi partisipasi. Observasi langsung adalah pengamatan
yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang
sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat. Observasi tidak langsung adalah
pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengamatan. Observasi partisipasi
adalah pengamatan yang dilakukan dengan melibatkan diri dalam kegiatan yang
dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.
5. Studi Kasus
Studi kasus digunakan
untuk memperoleh data mengenai pribadi siswa secara mendalam dalam kurun waktu
tertentu. data yang dikumpulkan merupakan kasus yang dialami oleh siswa. Pada
umumnya kasus-kasus yang menjadi permasalahan, yaitu kegagalan belajar, tidak
dapat menyesuaikan diri, gangguan
emosional, frustasi, dan sering membolos serta kelainan-kelainan perilaku
siswa. Data hasil penilaian melalui alat-alat penilaian tersebut sangat
bermanfaat, baik bagi guru maupun bagi siswa, dalam upaya memperbaiki proses
dan hasil belajar-mengajar di sekolah.
6. Sosiometri
Sosiometri digunakan
untuk memperoleh data mengenai hubungan sosial siswa di kelasnya atau dalam
kelompoknya.
Selain teknik tes
tesebut di atas, dilihat dari tujuannya, tes dapat dibedakan menjadi beberapa
bentuk, yaitu sebagai berikut.
1. Tes
Kecepatan (Speed Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testee) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik
yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaan
yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab atau
menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes
lainnya, sebab yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat
mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat
penyelesaiannya. Tes yang termasuk kategori tes kecepatan misalnya tes intelegensi, dan tes
ketrampilan bongkar pasang suatu alat.
2. Tes
Kemampuan (Power Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam mengungkapkan
kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh
waktu yang disediakan. Kemampuan yang dievaluasi bisa berupa kognitif maupun
psikomotorik. Soal-soal biasanya relatif sukar menyangkut berbagai konsep dan pemecahan
masalah dan menuntut peserta tes untuk mencurahkan segala kemampuannya baik
analisis, sintesis dan evaluasi.
3. Tes
Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah diperoleh dalam suatu
kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian (formatif) maupun tes
akhir semester (sumatif) bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu. Makalah ini
akan lebih banyak memberikan penekanan pada tes hasil belajar ini.
4. Tes
Kemajuan Belajar (Gains/Achievement Test)
Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan adalah tes untuk
mengetahui kondisi awal testee sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testee
setelah pembelajaran. Untuk
mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi
digunakan post-tes.
5. Tes
Diagnostik
Tes diagnostik adalah evaluasi yang ditujukan untuk menelaah
kelemahan- kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.
Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami peserta
didik berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya. Tes diagnostik
memerlukan sejumlah soal untuk satu bidang yang
diperkirakan merupakan kesulitan bagi peserta didik. Soal-soal tersebut
bervariasi dan difokuskan pada kesulitan.
Tes diagnostik biasanya dilaksanakan sebelum suatu pelajaran dimulai.
Tes diagnostik diadakan untuk menjajaki pengetahuan dan
keterampilan peserta didik yang telah dikuasai mereka, apakah peserta didik
sudah mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu yang diperlukan untuk
dapat mengikuti suatu bahan pelajaran lain. Oleh karena itu, tes diagnostik
semacam itu disebut juga test of entering behavior.
6. Tes
Selektif
Tes selektif adalah evaluasi yang digunakan untuk
memilih siswa
yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan
tertentu.
7. Tes
Penempatan
Tes penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk
menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik
siswa.
Pada umunya tes penempatan dibuat sebagai prates (pretest). Tujuan
utamanya adalah untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program
belajar dan sampai di mana peserta didik telah mencapai tujuan
pembelajaran (kompetensi dasar) sebagaimana yang tercantum dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mereka. Dalam hubungan dengan tujuan
yang pertama masalahnya berkaitan dengan kesiapan siswa menghadapi
program yang baru, sedangkan untuk yang kedua berkaitan dengan
kesesuaian program pembelajaran dengan siswa.
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program
belajar dan sampai di mana peserta didik telah mencapai tujuan
pembelajaran (kompetensi dasar) sebagaimana yang tercantum dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mereka. Dalam hubungan dengan tujuan
yang pertama masalahnya berkaitan dengan kesiapan siswa menghadapi
program yang baru, sedangkan untuk yang kedua berkaitan dengan
kesesuaian program pembelajaran dengan siswa.
8. Tes
Formatif
Tes
formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan
proses belajar dan mengajar.
Tes formatif dimaksudkan untuk memantau kemajuan belajar siswa selama
proses belajar berlangsung, untuk memberikan balikan (feed back) bagi
penyempurnaan program belajar-mengajar, serta untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan yang memerlukan perbaikan, sehingga hasil belajar-mengajar menjadi lebih baik. Soal-soal tes formatif ada yang mudah dan ada pula yang sukar, bergantung kepada tugas-tugas belajar (learningtasks) dalam program pengajaran yang akan dinilai. Tujuan utama tesformatif adalah untuk memperbaiki proses belajar, bukan untuk menentukan tingkat kemampuan anak. Tes formatif sesungguhnya merupakan criterion-referenced test. Tes formatif yang diberikan pada akhir satuan pelajaran sesungguhnya bukan sebagai tes formatif lagi, sebab data-data yang diperoleh akhirnya digunakan untuk menentukan tingkat hasil belajar siswa. Tes tersebut lebih tepat disebut sebagai subtes sumatif. Jika dimaksudkan untuk perbaikan proses belajar, maka maksud itu baru terlaksana pada jangka panjang, yaitu pada saat penyusunan program tahun berikutnya
penyempurnaan program belajar-mengajar, serta untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan yang memerlukan perbaikan, sehingga hasil belajar-mengajar menjadi lebih baik. Soal-soal tes formatif ada yang mudah dan ada pula yang sukar, bergantung kepada tugas-tugas belajar (learningtasks) dalam program pengajaran yang akan dinilai. Tujuan utama tesformatif adalah untuk memperbaiki proses belajar, bukan untuk menentukan tingkat kemampuan anak. Tes formatif sesungguhnya merupakan criterion-referenced test. Tes formatif yang diberikan pada akhir satuan pelajaran sesungguhnya bukan sebagai tes formatif lagi, sebab data-data yang diperoleh akhirnya digunakan untuk menentukan tingkat hasil belajar siswa. Tes tersebut lebih tepat disebut sebagai subtes sumatif. Jika dimaksudkan untuk perbaikan proses belajar, maka maksud itu baru terlaksana pada jangka panjang, yaitu pada saat penyusunan program tahun berikutnya
9. Tes
Sumatif
Tes sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan belajar
siswa. Tes sumatif
diberikan saat satuan pengalaman belajar dianggap telah selesai.
Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk menetapkan apakah seorang siswa
berhasil mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan atau
tidak. Tujuan tes sumatif adalah untuk menentukan angka berdasarkan
tingkatan hasil belajar siswa yang selanjutnya dipakai sebagai angka rapor. Ujian akhir dan ulangan umum pada akhir semester termasuk ke dalam tes sumatif. Hasil tes sumatif jga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses pembelajaran. Tes sumatif termasuk norm-referencedtest. Cakupan materinya lebih luas dan soal-soalnya meliputi tingkat mudah, sedang, dan sulit.
tidak. Tujuan tes sumatif adalah untuk menentukan angka berdasarkan
tingkatan hasil belajar siswa yang selanjutnya dipakai sebagai angka rapor. Ujian akhir dan ulangan umum pada akhir semester termasuk ke dalam tes sumatif. Hasil tes sumatif jga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses pembelajaran. Tes sumatif termasuk norm-referencedtest. Cakupan materinya lebih luas dan soal-soalnya meliputi tingkat mudah, sedang, dan sulit.
BAB
III
SIMPULAN
DAN SARAN
3.1 Simpulan
Berdasarkan
uraian dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai beikut.
Prinsip-prinsip
evaluasi hasil belajar terdiri atas sembilan, yaitu sahih, objektif, adil,
terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan
kriteria, dan akuntabel.
Ciri-ciri evaluasi
hasil belajar yaitu evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil belajar,
pengukuran secara kuantitatif, kegiatan evaluasi menggunakan unit dan satuan
yang lengkap, prestasi belajar yang dicapai bersifat relatif, dan hasil belajar
sering terjadi kekeliruan pengukuran (error).
Ranah
kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya
kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan
kemampuan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap,
minat, konsep diri, nilai dan moral.
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya
melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis,
memukul, melompat dan lain sebagainya.
Langkah-langkah pokok
dalam evaluasi hasil belajar terdiri atas enam langkah, yaitu menyusun rencana
evaluasi hasil belajar, menghimpun data, melakukan verifikasi data, mengolah
dan menganalisis data, memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan, dan
tindak lanjut hasil evaluasi.
Secara umum, teknik evaluasi hasil
belajar dapat kelompokkan menjadi dua, yaitu teknik tes dan nontes. Teknik tes
meliputi (1) tes lisan, (2) tes tulisan, dan (3) tes tindakan. Teknik nontes,
berbentuk wawancara, kuesioner, skala, observasi, studi kasus, dan sosiometri.
Ditinjau dari segi tujuannya, tes dapat
diklasifikasikan menjadi tes kecepatan, tes kemampuan, tes hasil belajar, tes
kemajuan belajar, tes diagnostik, tes selektif, tes penempatan, tes formatif,
dan tes sumatif.
3.2 Saran
Teknik-teknik evaluasi
hasil belajar hendaknya diketahui dan dipahami oleh guru. Karena melalui sebuah
evaluasi, guru mampu mengetahui semua aspek yang berkaitan dengan keberhasilan
siswa dalam belajar. Dengan terbatasnya sumber pustaka, sudah tentu makalah sederhana ini belum mampu
menjabarkan teknik-teknik evaluasi hasil belajar seperti yang diharapkan. Oleh
karena itu, kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan.