BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam Bab I
dapat dibagi menjadi beberapa sub bab yaitu, 1) latar belakang, 2) rumusan
masalah, 3) tujuan penelitian, 4) manfaat penelitian, 5) ruang lingkup penelitian, dan 6)
asumsi. Untuk uraian lebih lengkap dapat dilihat seperti di bawah ini.
1.1
Latar
Belakang
Bahasa Bali adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Sampai
saat ini bahasa Bali tetap digunakan sebagai
alat komunikasi dalam berbagai bidang kehidupan, baik dalam bidang pendidikan,
agama, adat-istiadat, kesenian dan sebagainya. Bahasa Bali sangat erat kaitannya
dengan kehidupan budaya dan agama Hindu di Bali. Bahasa Bali merupakan bahasa
ibu yang dipakai baik dalam keluarga maupun masyarakat. Bahasa Bali dapat
dikatakan sebagai pendukung kebudayaan Bali
khususnya dan kebudayaan nasional pada umumnya.
Dilihat
dari kedudukannya, bahasa Bali antara lain berfungsi: (1) secara resmi bahasa
Bali digunakan dalam parum, sangkepan (rapat
desa), media massa, selebaran, darma
wacana dan lain sebagainya.(2) secara tidak resmi bahasa Bali digunakan dalam pertunjukan kesenian misalnya dalam
adegan-adegan tertentu seperti lelucon dan bercanda, juga dalam kehidupan
keluarga. Berdasarkan hal tersebut di atas, bahasa Bali
memiliki kedudukan yang cukup penting sehinga perlu dibina dan dikembangkan
secara terpadu.
Seiring
dengan perkembangan teknologi dan era globalisasi yang berdampak pada
menipisnya minat masyarakat untuk mempelajari bahasa Bali, mengakibatkan bahasa
Bali semakin terpinggirkan, baik dalam kehidupan masyarakat sehari-hari maupun
dalam dunia pendidikan. Agar hal tersebut tidak berlanjut, maka berbagai usaha
telah dilakukan oleh pemerintah terutama melalaui pendidikan yaitu pendidikan formal. Usaha tersebut
terbukti dengan adanya pembelajaran bahasa Bali
sebagai kurikulum muatan lokal, yang diwajibkan mulai dari tingkat dasar (SD)
hingga menengah atas (SMA). Pembelajaran
bahasa daerah Bali selain bahasa Bali dengan huruf latin juga diajarkan tentang
huruf Bali, dimana secara umum sama dengan aksara
Bali. Aksara
merupakan salah satu huruf yang digunakan untuk menulis oleh masyarakat Bali pada jaman dahulu. Hal ini terbukti dari penemuan
aksara Bali pada lontar-lontar. Aksara Bali sebagai peninggalan nenek
moyang, merupakan salah satu unsur kebudayaan Bali,
sehingga keberadaannya wajib dilestarikan untuk menghindari kepunahan. Untuk
menghindari kepunahan tersebut, sebagai generasi muda ahli waris budaya,
bahasa dan aksara Bali khususnya, kita
tidak bisa berpangku tangan saja tetapi
wajib melakukan usaha pelestarian dan pembinaan.
Sementara itu, usaha-usaha pelestarian dan
pembinaan bahasa Bali sudah dilakukan sejak
zaman dahulu, seperti adanya usaha-usaha penyempurnaan Pedoman Pasang Aksara Bali dan Ejaan Bahasa Bali Huruf Latin.
Adapun tujuannya untuk dapat memberikan arah yang semakin baik terhadap tata
penulisan bahasa Bali. Usaha lainnya adalah
diadakannya Pasamuan Agung Basa Bali tahun
1957 dan Pasamuan Kecil Basa Bali tahun 1963 yang menghasilkan Pasang Sastra
Bali Latin. Lebih jauh lagi usaha dalam bidang pendidikan, ditunjukkan dengan
diadakannya Raker Kurikulum Bahasa Bali oleh Dinas Pengajaran Bahasa Bali di
Sekolah Dasar, serta penegasan tentang
pengajaran Ejaan Bahasa Bali di Sekolah Dasar. Penegasan tentang pengajaran
Ejaan Bahasa Bali Huruf Bali dan Huruf Latin, yang melahirkan Buku Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali
dengan Huruf Latin dan Huruf Bali, juga merupakan usaha pelestarian Bahasa
Bali (Dinas Pengajaran Daerah Tingkat
I Bali, 1978). Secara garis besar, dalam pedoman penulisan aksara Bali
ada beberapa aturan penulisan yang perlu dipahami seperti pengangge aksara, yang meliputi pengangge
suara, pengangge arda suara, pengangge tengenan, wangun gantungan dan gempelan
(Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, 2002).
Menyikapi hal tersebut, (upaya pemeliharaan
dan pelestarian bahasa Bali) pemerintah
telah melakukan berbagai langkah, seperti mewajibkan pembelajaran Bahasa Bali
pada setiap jenjang pendidikan, baik dasar maupun menengah dengan memasukkan
materi pelajaran bahasa Bali sebagai kurikulum muatan lokal. Penetapan materi
pelajaran Bahasa Bali dalam kurikulum dituangkan dalam
Surat Keputusan No.22/I 19C/KEP/I 94
oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional Provinsi Bali. Dalam
keputusan itu ditegaskan bahwa bahasa Bali
wajib diajarkan dari Sekolah Dasar hingga SMA/SMK. Surat
keputusan itu merupakan implementasi dari Perda TK I Bali No.3 Tahun 1992
tentang bahasa, aksara, dan sastra Bali.
Keputusan itu sebagai salah satu cerminan upaya pemerintah dalam rangka
pelestarian kebudayaan Bali melalui jalur
pendidikan. Dunia pendidikan memang merupakan salah satu wadah yang paling
tepat untuk melaksanakan pembinaan, pengembangan, dan pelestarian bahasa,
aksara, dan sastra Bali, di samping lembaga-lembaga formal dan informal
lainnya. Melalui lembaga pendidikan
sekolah, para generasi muda akan memperoleh pendidikan dan pengajaran
yang diberikan oleh tenaga pendidik yang berkompeten dalam bidang itu. Dengan
memberikan latihan-latihan secara intensif siswa dapat meningkatkan
kemampuannya dalam memahami bahasa Bali dengan baik, serta terampil membaca dan
menulis aksara Bali sesuai dengan
kaidah-kaidah yang berlaku.
Realisasi
dari keputusan pemerintah tentang pengajaran Bahasa Bali terlihat jelas dalam
kurikulum muatan lokal. Secara eksplinsif kurikulum muatan lokal mencantumkan
standar kompetensi pengajaran bahasa Bali meliputi aspek menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis dengan uraian sebagai berikut.
1)
Keterampilan Menyimak
Mampu menyimak, memahami dan memberikan tanggapan berbagai ragam
wacana lisan non sastra melalui mendengarkan pidato, menyimak cerita guru petuah yang dilisankan dan pembacaan wacana.
2)
Keterampilan Berbicara
Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat dan tanggapan perasaan dalam
bentuk wacana lisan non sastra, bercakap berbagai hal, bermain
peran/dramatisasi
3)
Keterampilan Membaca
Mampu membaca dan memahami berbagai teks bacaan sastra,
membaca mendiskusikan cerpen, membaca
dialog dan kutipan drama, membaca lancer wacana aksara Bali dan membaca intensif.
4)
Keterampilan Menulis
Mampu mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan dengan Bahasa
Bali yang baik dan komunikatif dalam berbagai bentuk sastra, menulis kreatif
(puisi dan cerpen), menulis dengan memperhatikan komposisi dan bentuk, menulis
dengan Aksara Bali (penulisan
singkatan dan akronim).
Dari
keempat uraian kompetensi dasar pada masing-masing keterampilan berbahasa di
atas, kemampuan menulis singkatan dan akronim dengan jelas dinyatakan sebagai
bagian dari keterampilan menulis. Hal itu menunjukan, singkatan dan akronim
memiliki nilai kelayakan untuk diteliti. Nilai kelayakan lainnya didasarkan
pada kenyataan yang ada di lapangan. Banyak
masyarakat yang hanya bisa membaca aksara
Bali, tetapi tidak bisa menyalin dari huruf Latin ke dalam aksara Bali. Begitu pula halnya pada siswa. Kebanyakan siswa
hanya bisa membaca aksara Bali,
tetapi tidak terampil menulis dengan aksara
Bali.
Dalam aplikasinya, kompetensi menulis dalam pelajaran bahasa Bali dikembangkan dalam dua jenis aksara, yaitu menulis bahasa Bali
dengan menggunakan aksara Latin dan aksara
Bali. Berkenaan dengan itu, Pemerintah
Provinsi Bali memberikan perhatian yang sangat serius terhadap aksara Bali dalam rangka pembinaan dan
pengembangan bahasa daerah Bali. Dalam hal
ini, Pemda Bali mengeluarkan Perda Nomor 3 Tahun 1992 sebagai landasan hukum
dalam pengaturan tentang bahasa, aksara dan sastra Bali. Keseriusan Pemerintah
Daerah tersebut diimplementasikan dalam bentuk himbauan kepada segenap kepala
institusi pemerintahan di kabupaten dan kota agar nama-nama kantor dan jalan
menggunakan dwi aksara yaitu huruf
Latin dan aksara Bali, dengan posisi
penulisannya yaitu aksara Bali di
atas huruf Latin. Demikian juga dalam lomba-lomba desa pakraman, lomba subak,
lomba sekaa truna di dalam awig-awig
juga menggunakan dwi aksara dengan
posisi lebar sebelah kiri aksara Bali dan di lebar sebelah kanan huruf latin. Kenyataan di
masyarakat menunjukan bahwa penulisan papan nama tersebut banyak menggunakan
singkatan-singkatan, dalam aksara Bali yang disebut aksara
anceng. Penulisan aksara anceng
tersebut sebagaian besar penulisannya tidak benar, terutama di dalam menulis
singkatan, baik dalam penulisan singkatan tradisional maupun modern.
Agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terus
berlanjut, maka pembinaan harus dilakukan secara dini dalam pendidikan formal
(jenjang pendidikan di sekolah). Dengan begitu, siswa nantinya diharapkan mampu
menjadi ujung tombak dalam usaha
perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan dengan
menyampaikan teori yang mereka dapatkan di bangku sekolah. Hanya saja, di sekolah-sekolah khususnya pada siswa
kelas VIII SMP, upaya pembinaan pembelajaran membaca dan menulis Aksara Bali masih mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan oleh penulisan huruf Bali
yang memakai sistem Silabik berbeda dengan huruf latin dan penulisan pangangge suara sering dilupakan atau
salah penggunaannya, bahkan yang paling menonjol adalah siswa belum mengerti
dengan cara penulisan singkatan dan akronim yang menggunakan aksara Bali.
Untuk
menyikapi setiap masalah dan kesenjangan yang terjadi di dalam cara penulisan singkatan
dan akronim tersebut, maka penulis sebagai peneliti memiliki kewajiban untuk
ikut serta dalam upaya pembinaan dan pengembangan cara penulisan singkatan dan
akronim dengan benar. Karena banyaknya ditemukan kekeliruan di dalam penulisan
singkatan dan akronim dengan aksara Bali maka hal itu mengundang ketertarikan
peneliti untuk mengangkat permasalahan tersebut ke dalam penelitian ilmiah. Adapun
penelitian selengkapnya dapat dirumuskan dengan judul “Kemampuan Menulis Singkatan dan Akronim dengan Aksara Bali oleh Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 1 Amlapura Tahun Pelajaran
2010/2011”.
1.2 Rumusan Masalah
Setiap penelitian terdapat rumusan masalah yang harus ditemukan
pemecahannya. Untuk itu, dalam sub bab ini akan dipaparkan lebih jelas tentang
rumusan masalah yang ditemukan. Dari uraian latar
belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut, yaitu:
- Bagaimanakah
kemampuan menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali oleh siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Amlapura tahun pelajaran 2010/2011?
- Kesulitan-kesulitan
apakah yang dihadapi dalam menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali oleh siswa kelas VIII
SMP Negeri 1 Amlapura tahun pelajaran 2010/2011?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian
yang penulis lakukan sudah tentu
menginginkan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut akan dapat memberikan
arah yang pasti dengan sasaran yang hendak dicapai. Berkait dengan rumusan
masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, dapat dibedah
menjadi: (1) tujuan umum, (2) tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara
umum, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas dan
obyektif, pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Amlapura tahun pelajaran 2010/2011
dalam hal menulis.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus
penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui kemampuan menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali
oleh siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Amlapura tahun pelajaran 2010/2011.
2.
Untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Amlapura tahun
pelajaran 2010/2011 dalam menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian dapat dibagi menjadi dua, yaitu 1) manfaat teoritis dan 2) manfaat
praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat akademis maupun masyarakat
luas. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai:
1. Bahan
bandingan oleh peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang
sejenis.
2. Penyajian kazanah bahan bacaan bidang
penelitian dalam pembelajaran bahasa Bali khususnya tentang penulisan singkatan dan akronim dengan
aksara Bali.
1.4.2 Manfaat Praktis
Selain
manfaat teoritis seperti yang telah disebutkan di atas, penelitian ini
diharapkan bermanfaat secara praktis sebagai berikut.
1)
Bagi siswa, hasil penelitian
ini dapat dipakai sebagai masukan untuk mengetahui lebih mendalam tentang
kemampuannya dalam menulis singkatan dan
akronim dengan aksara Bali.
2)
Bagi guru, untuk mengetahui
kemampuan siswanya dalam menulis singkatan dan akronim dan hasil penelitian ini
dapat dijadikan umpan balik (feed-back). Disamping itu dapat
digunakan sebagai bahan masukan dalam memilih strategi yang tepat dalam
pembelajaran bahasa Bali khususnya dalam pembelajaran menulis singkatan dan akronim dengan aksara
Bali.
3)
Bagi pengembang kurikulum,
hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka pengembangan kurikulumnya terutama yang
berkenaan dengan penataan materi kurikulum.
4)
Bagi penyusun Buku Ajar,
hasil penelitian dapat dijadikan bahan masukan dalam penyusunan buku pelajaran
bahasa Bali terutama berkait dengan materi tentang singkatan dan akronim bahasa
Bali.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian telah
dipaparkan di atas, dan untuk
menghindari pembahasan yang meluas, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi
pada hal-hal mengenai kemampuan menulis singkatan dan
akronim dengan aksara Bali. Dalam Buku
Pedoman Pasang Aksara (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, 2002: 29-31)
disebutkan Singkatan dan Akronim terdiri dari: 1) Ringkesan Tradisional,
2) Ringkesan Modern, dan 3) Akronim. Kesemuanya akan dijadikan objek
kajian dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini
penulis hanya membahas tentang singkatan dan akronim dengan aksara wreastra, karena mengingat
kemampuan siswa kelas VIII SMP baru sebatas aksara
wreastra.
1.6 Asumsi
Netra
(1979:15) menyatakan asumsi adalah anggapan dasar yang digunakan dalam
penelitian, yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi. Arifin (1987:51)
menyatakan asumsi adalah pernyataan umum yang tidak diragukan lagi
kebenarannya. Selanjutnya Arikunto (1992: 59) menyatakan,yang dimaksud dengan
asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus
dirumuskan secara jelas dan akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk
tempat berpijak bagi peneliti di dalam melaksanakan penelitiannya serta dipakai
memperkuat permasalahannya. Anggapan dasar ini memberi arah kepada penulis
dalam melaksanakan penelitian dan anggapan dasar ini pula yang melandasi
kesimpulan penelitian yang diambil. Dari beberapa pendapat tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa asumsi adalah anggapan dasar tentang jawaban sementara
yang diyakini kebenarannya dan tidak perlu diuji lagi.
Asumsi dapat dirumuskan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.
Pembelajaran menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali
di tempat penelitian ini dilakukan telah sesuai dengan kurikulum KTSP/Mulok.
2. Guru
Bahasa Bali di tempat penelitian ini dilakukan sudah memiliki kewenangan dan
kualifikasi mengajar sesuai dengan bidangnya.
3. Perbedaan
jenis kelamin siswa, laki-laki atau perempuan tidak berpengaruh terhadap
penelitian ini.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA DAN LANDASAN
TEORI
Dalam
bab ini akan dibagi menjadi dua (2) yaitu: (1) Kajian Pustaka dan (2) Landasan
Teori. Dimana kajian pustaka dan landasan teori dalam sebuah penelitian, sangat
mempengaruhi berhasil atau tidaknya penelitian tersebut. Di bawah ini akan
dijelaskan lebih jauh mengenai kajian pustaka dan landasan teori.
2.1 Kajian Pustaka
Pentingnya kajian pustaka dalam sebuah penelitian yaitu, sebagai
bahan perbandingan diantara penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian
yang akan dilakukan. Karena dalam setiap penelitian pasti akan banyak ditemukan
kemiripan-kemiripan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh orang lain.
Untuk itu sangat dibutuhkan sebuah kajian pustaka sebagai bahan bandingan dari
segi hasil, subjek, objek dan instrument.
Di bawah ini akan dipaparkan leb\ih jauh mengenai kajian pustaka yang
digunakan dalam penelitian ini.
Penelitian
tentang singkatan dan akronim bahasa Bali dengan aksara Bali relatif sedikit,
bahkan buku pedomannya juga sangat terbatas. Hal ini membuat peneliti mengalami
kesulitan dalam melakukan kajian pustaka secara mendalam. Walau demikian,
peneliti mencoba untuk melakukan kajian terhadap beberapa penelitian sejenis
yang ada. Hasil kajian nantinya
digunakan sebagai pendukung penelitian ini, dan sekaligus sebagai pembanding
atas hasil yang di dapat dalam penelitian ini. Adapun kajian pustaka yang
dimaksud dapat dilihat pada bagian berikut.
Skripsi dengan judul “Kemampuan Menulis Pengangge Suara Dalam Penulisan Aksara Bali Bagi Siswa Kelas IV Sekolah
Dasar Negeri 1 Abiansemal Dauh Yeh Cai
Tahun Pelajaran 2007/2008” yang dibuat oleh Ni Made Sumadi, membuat batasannya
hanya tentang pengangge suara dengan aksara Bali. Skripsi tersebut
menggunakan teori mulai dari pengertian menulis, pengangge aksara dan sejarah aksara
Bali. Sementara metode yang digunakan dalam
pengumpulan data yaitu metode tes dan interview. Dalam skripsinya, Sumadi
banyak sekali mengulas tentang
jenis-jenis aksara dan warga aksara. Setelah penulis cermati
dalam skripsi tersebut, tidak sedikitpun mengulas tentang singkatan dengan aksara Bali.
Sementara instrument yang digunakan adalah berupa test essay 10 buah dan pilihan ganda 10 buah.
Selanjutnya
skripsi dari Ida Bagus Gede Subali Manuaba, (2009) dengan judul Perbedaan
Kemampuan Menulis Aksara Anceng Ranah
Tradisional Dan Modern Siswa Kelas X.1 SMA N 1 Kuta Utara Badung Tahun
Pelajaran 2008/2009, hanya mengulas tentang singkatan tradisional atau aksara anceng. Dalam skripsinya, Manuaba
banyak menggunakan contoh-contoh yang mengutip dari lontar, kakawin, wariga, dan pipil. Instrument yang digunakan
berupa tes menyalin dari aksara latin ke aksara
Bali. Beliau mengatakan bahwa penulisan ringkesan modern lebih baik daripada ringkesan tradisional, karena dalam
penulisan ringkesan modern merupakan
kata serapan dari bahasa Indonesia dan
di tulis menurut ucapannya, di samping itu kata-kata yang di singkat itu
merupakan kata-kata yang sudah lumrah yang sering di dengar oleh siswa,
sedangkan penulisan ringkesan tradisional
siswa harus berpikir dan mencermati dari kata yang disingkat tersebut dan suku
kata yang di singkat tersebut memiliki maksud tersendiri. Di samping itu,
kata-kata ringkesan tradisional
kebanyakan berasal dari bahasa Kawi
dan Sansekerta yang jarang di dengar
oleh siswa.
Penulis
juga sependapat dengan Ida Bagus Subali, dilihat dari segi kesulitan penulisan
singkatan (ringkesan), bahwa siswa
sekarang khususnya siswa SMP lebih mudah menguasai cara penulisan ringkesan modern daripada ringkesan tradisional. Di samping itu ringkesan tradisional dalam sebuah
kalimat di baca terlebih dahulu secara keseluruhan sehingga mampu mengartikan
maksud kata yang akan disingkat. Jika hanya membaca sekilas, maka akan sering
terjadi kesalahan dalam mengartikan kata yang akan di singkat.
Penulis dalam penelitian ini
menggunakan teori-teori seperti menulis, aksara,
aksara Bali, singkatan dan akronim. Metode
yang digunakan pun hampir sama, bedanya penulis juga menggunakan metode
kuesioner dalam pengumpulan data.
Sementara, penelitian ini menyangkut singkatan secara luas. Baik
singkatan tradisional, singkatan modern maupun akronim. Penelitian ini
dilakukan pada siswa SMP Kelas VIII dengan menggunakan aksara wreastra, aksara yang digunakan untuk menulis bahasa Bali lumrah. Karena, siswa SMP baru mempelajari aksara Bali sebatas aksara wreastra. Instrumen yang
digunakan berupa tes essay sederhana sejumlah 30 buah.
Ringkasnya, penelitian ini berbeda dengan dua penelitian di atas dalam hal:
subjek yang diteliti, objek penelitiannya dan instrument yang digunakan.
2.2 Landasan Teori
Sebuah
penelitian harus dilandasi oleh suatu teori, sehingga nantinya penelitian
tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Keberadaan teori dalam sebuah penelitian
haruslah relevan dengan penelitian yang dilakukan. Demikian pula halnya dengan
penelitian ini, menggunakan sejumlah teori yang telah diperhitungkan secara
cermat dari segi relavansinya. Adapun teori yang dipergunakan sebagai
penjelasan wawasan dan kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah: (1)
Pengertian Menulis, (2) Pengertian Aksara,
(3) Pengertian Aksara Bali, (4)
Sejarah Aksara Bali, (5) Singkatan dan Akronim.
2.2.1 Pengertian Menulis
Negara-negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia
minat menulis masyarakat cukup tinggi, ini terbukti bahwa sering kita saksikan
dan tonton pada televisi. Dari TK hingga SMA sering diadakan lomba menulis.
Menulis merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan proses pembelajaran.
Apa yang kita dapatkan dari menulis? Dengan memiliki keterampilan menulis yang
baik, seseorang akan mudah dalam menuangkan ide-ide atau gagasan-gagasan ke
dalam bentuk suatu karya baik itu karya ilmiah maupun karya konstruktif suatu
bangunan.
Begitu juga
dalam dunia pendidikan tidak bisa terlepas dari aktivitas tulis menulis,
sehingga tidaklah berlebihan penulis katakan bahwa menulis tersebut akan
menjadi suatu kebutuhan bagi seorang (dalam profesi tertentu). Di bawah ini ada
beberapa pendapat mengenai pengertian menulis.
Tinggen (1984:
8) dalam Buku Tata Bahasa Bali
Ringkes disebutkan “Tulisan Bali
punika taler marupa gambaran saking suara, sane sampun kamanggehang” ‘Tulisan Bali
itu juga merupakan lambang dari suara, yang sudah ditetapkan’. Pendapat tersebut penulis rasa belum cukup jika digunakan sebagai landasan teori dalam
penelitian ini, maka penulis juga akan mengemukakan beberapa pendapat dari para
ahli, yang akan memberikan batasan-batasan tentang pengertian menulis.
Diantaranya Poerwadarminta (Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, 1984: 1098) menyatakan, menulis berarti membuat
huruf atau angka dan sebagainya, dengan menggunakan pena, pensil, kapur, dan
sebagainya.
Selanjutnya
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:1219) membuat pengertian menulis yaitu
(1) membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur dan
sebagainya), (2) melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat
suara), (3) menggambar atau melukis, dan (4) membatik kain. Hal yang hampir
sama juga ditulis oleh Tarigan (1985:21) bahwa menulis merupakan, menurunkan
atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang
dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang,
grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran huruf atau angka tersebut.
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan, menulis adalah membuat
huruf atau gambaran suara suatu bahasa yang dipahami seseorang, sehingga orang
lain dapat membaca huruf atau lambang-lambang tersebut. Jika dikaitkan dengan
penelitian ini, maka penulis dapat membatasi pengertian menulis yaitu, membuat
huruf atau gambaran suara dan lambang-lambang suara yang telah disepakati
berupa aksara Bali.
2.2.2 Pengertian Aksara
Aksara merupakan salah satu jenis simbul visual dari suatu bahasa (Tarigan,1993:1). Sementara jika kita lihat pada Kamus Sansekerta-Indonesia menjelaskan bahwa
“Aksara berarti kekal (ajektif), sedangkan aksara
juga berarti, kata; bunyi; huruf” (neuter = jenis kelamin banci atau dapat
diidentifikasikan demikian). (Astra, 2000:10)
Kemudian
penulis mencoba mencari di dalam Lontar Tingkahing Maguru Sastra dijelaskan
bahwa, aksara menyebutkan Hyang-Hyangning Pangweruh yaitu sebagai lingga Dewi
Saraswati dewanya ilmu pengetahuan (lembar 2.a). Aksara atau huruf sebagai
lambang atau personifikasi dari Tuhan dengan segala aspeknya, maka kesucian
aksara tersebut tidak dapat diragukan lagi karena di dalam aksara itu terdapat
suatu kekuatan/sakti dari Tuhan, sehingga aksara disebut juga Sang Hyang
Aksara. “Sang Hyang Aksara kunang Hyang-Hyangning
pangweruh maka linggastananing Sang
Hyang Aji”, yang artinya adalah Sang Hyang Aksara adalah inti sari dari
ilmu pengetahuan sebagai linggih atau lingganya Sang Hyang Aji (Lontar
Gegelaran angripta sastra Hoyeng Lontar muang Prasasti, lembar 1b)
Penjelasan
di atas dapat disimpulkan bahwa aksara adalah huruf, bunyi, suku kata, atau
kata yang merupakan lingga sthananya dewi ilmu pengetahuan yaitu Dewi Saraswati
yang bersifat kekal. Kemudian Tinggen (1993: 44) juga mengemukakan tentang
aksara, bahwa pemakaian lambang-lambang bunyi
Bali itu diterapkan melalui tiga jalur,
yaitu sebagai berikut.
- Wreastra,
yaitu dipakai untuk menuliskan bahasa Bali umum, misalnya: surat, urak, pipil,
pangeling-eling, dan lain-lainnya.
- Sualalita,
yaitu dipakai menuliskan bahasa kawi, bahasa kawi tengahan, dan bahasa
sansekerta, misalnya kidung, kekawin, parwa, dan sloka.
- Modre,
yaitu dipakai menulis,kan
kediatmikan, misalnya japa mantra-mantra dan juga yang ada hubungan dengan
upacara keagamaan, dunia kegaiban, dan pengobatan.
Secara umum,
penulis dapat simpulkan pengertian aksara di sini merupakan huruf, suku kata,
bunyi, dan lambang-lambang bunyi yang bersifat kekal dimana digunakan untuk
menuliskan suatu bahasa untuk tujuan tertentu.
2.2.3 Pengertian Aksara
Bali
Seperti yang telah disampaikan di dalam pengertian aksara, bahwa aksara merupakan salah satu jenis simbul visual dari suatu bahasa.
Selanjutnya dipaparkan lebih jauh oleh Tinggen (1993:1), dari bahasa tersebut,
bahasa Bali dapat ditulis dengan 2 (dua) jenis simbul yaitu dengan tulisan Bali
dan tulisan Bali latin. Tulisan Bali erat
hubungannya dengan pasang aksara Bali, dimana banyak digunakan dalam menulis
lontar-lontar, wariga, pipil dan lain-lain. Sementara tulisan Bali
latin banyak digunakan dalam menulis pidato, puisi, naskah drama, bahan bacaan
siswa dan lain-lain.
Simpen,(1993:1)
memberikan batasan pengertian aksara
Bali sebagai tanda atau ciri bunyi (suara) bahasa Bali (lambang bunyi = tanda
untuk melambangkan bunyi bahasa Bali. Aksara
adalah huruf, di mana huruf adalah lambang bunyi. Selanjutnya Simpen (1973:53)
mengelompokan aksara Bali menjadi
tiga kelompok, yaitu 1) aksara wreastra
adalah aksara yang digunakan untuk
menulis bahasa Bali lumrah misalnya
pangeling-eling, pipil, dan sebagainya. 2) aksara
swalelita merupakan aksara yang
digunakan untuk menulis bahasa kawi seperti kidung, kakawin, sloka, dan
sejenisnya, 3) aksara modre adalah aksara yang dipergunakan untuk bagian
kediatmikan seperti japa mantra, doa upacara, maupun yang berhubungan dengan
dunia keajaiban (magis), doa-doa, dan pengobatan.
Untuk siswa
tingkat pemula dari Sekolah Dasar hingga tingkat SMP dan SMA/SMK hanya
mempelajari aksara Wreasta dan Sualalita, sedangkan Aksara Modre dipelajari oleh orang-orang
yang sangat mengerti akan bentuk dan cara-cara serta manfaat dari tulisan
tersebut, seperti para sulinggih, guru, pemangku dan berguna untuk penolak bala
yang memiliki kekuatan sakral. Selain aksara
tersebut di atas, aksara Bali
juga mengenal adanya pengangge aksara, gantungan, gempelan dan aksara anceng. Disamping
itu, dalam aksara bali juga banyak
aturan-aturan yang dipakai dalam penulisan aksara Bali yang dikenal dengan pasang pageh. Akan tetapi dalam hal
penggunaan menulis aksara Bali yang paling sering dilalaikan oleh siswa
adalah bagaimana cara-cara penulisan aksara
anceng (singkatan) dan akronim, dimana merupakan bagian yang cukup penting
di dalam usaha memasyarakatkan penggunaan aksara
Bali, contohnya dalam penggunaan papan nama yang menggunakan aksara Bali. Banyak sekali terjadi
kekeliruan di dalam penulisannya, sehingga dipandang perlu untuk memahaminya
lebih jauh.
2.2.4 Sejarah Aksara Bali
Menurut sastrawan Bali, huruf Bali berasal dari tulisan Pallawa. Perkembangan huruf
Pallawa dan Dewanagari yang berbahasa sansekerta adalah sejalan dengan
perkembangan kebudayaan Hindu di Indonesia. Akibat dari percampuran kebudayaan
Pallawa dengan kebudayaan Indonesia,
maka berkembanglah tulisan Pallawa di Indonesia. Hal itu terbukti dengan adanya
batu bertulis di Candi Kalasan (Jawa Tengah) ditulis dengan huruf Dewanagari,
Muara Kaman (Kutai, Kalimantan Timur), Pura Blanjong (Sanur, Bali), Pura
sakenan Manukaya (Gianyar, Bali), dan Pura Penataran Sasih (Pejeng, Gianyar).
Perkembangannya kurang lebih sebagai berikut yaitu, di India terdapat aksara kuna yang bernama aksara Karosti yang selanjutnya menjadi aksara Brahmi. Dari aksara Brahmi inilah berkembang menjadi aksara Dewanagari dan aksara
Pallawa. Aksara Dewanegari yang dipergunakan di India Utara apabila menulis
bahasa Sanskerta. Aksara Pallawa
dipergunakan di India Selatan apabila menulis bahasa Pallawa (Tinggen,1966:5)
Aksara Dewanegari dan Pallawa di Indonesia
mengikuti perkembangan agama Hindu dan Budha. Bermula dari aksara Dewanegari dan Pallawa itu munculah aksara Kawi atau aksara
Indonesia Kuna. Dari aksara Kawi ini
lama-kelamaan berubah menjadi aksara
Jawa dan aksara Bali, serta menjadi aksara-aksara lainnya yang sekarang ada di Indonesia. Sampai saat ini aksara
Jawa dan aksara Bali tetap dilestarikan,
walaupun sudah mengalami evolusi kontek. Bentuk ortografis aksara Jawa dengan aksara
Bali memiliki kemiripan, hanya saja kalau aksara
Jawa agak lurus, sedangkan aksara
Bali bentuknya agak bulat (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, 2005: 4).
2.2.5 Singkatan
dan
Akronim
Singkatan dan akronim tidak hanya digunakan dalam
bahasa Indonesia saja, tetapi juga banyak digunakan dalam bahasa Bali. Pemakaiannya pun tidak dengan huruf latin saja,
melainkan banyak digunakan dengan aksara Bali.
Berikut di bawah ini akan diuraikan lebih jauh mengenai singkatan dan akronim.
2.2.5.1
Singkatan
Singkatan
dalam bahasa bali tidak boleh kita
abaikan begitu saja, karena akhir-akhir ini perkembangannya semakin meluas.
Apabila tidak cermati dan dimengerti, suatu saat ketika singkatan tersebut akan
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, pasti kita akan kebingungan. Singkatan
timbul karena pemakai bahasa menghendaki agar penguraian isi hatinya tidak
memakan waktu/tempat yang banyak. Penggunaan singkatan dalam bahasa Indonesia maupun bahasa bali
sama saja, yaitu dengan mengambil setiap
huruf besar/kapital yang berada di depan kata yang disingkat. Karena banyak
sekali pembendaharaan kata dalam bahasa bali yang diserap dari bahasa Indonesia,
dimana baik penggunaannya maupun
penulisannya tidak dirubah.
Singkatan dalam bahasa bali disebut Aksara
Anceng. Menurut Simpen (1979:19) “Aksara Anceng punika, wit saking kruna
kacutetang, tur kaambil kecap kecap ipun wantah asiki, wandane sane pinih
ajeng, atawa wandane ring pungkur”. Artinya aksara anceng , adalah kata-kata yang disingkat atau singkatan kata
yang diambil dari kata-kata yang di depan atau kata-kata yang di belakang.
Sementara Nala
(2006:24) dalam bukunya Aksara Bali Dalam
Usada, Aksara Anceng adalah singkatan kata yang sering dipergunakan dalam
suatu tulisan untuk menghemat kata atau aksara,
karena kata ini sering dipergunakan. Aksara
Anceng ditulis diantara dua carik
siki terutama untuk singkatan wariga, usada, pipil, dan lain-lainnya.
Selanjutnya
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali (dalam Pedoman Pasang Aksara Bali 2002: 29) menyebutkan
singkatan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu a) ringkesan tradisional dinamakan Aksara Anceng dan b) ringkesan modern.
a)
Ringkesan Tradisional (Aksara
Anceng)
Ringkesan Tradisonal (Aksara
Anceng) biasanya dipakai menulis wariga, usada, pipil, dan lain-lain, dan ditulis dengan carik satu. Di dalam membuat aksara anceng harus dibaca semua
kalimatnya terlebih dulu baru bisa membuat aksara apa atau kruna
apa yang dimaksud.
Contoh:
,m, = mnÓÉ, = mantra
,t, = tmã, = tamba
,\, = \rd/ = ngarad
,\u, = \unÑ, = ngunda
,ú, = úmnis/, = Umanis
,pÙ, = eP n/ = Pon
,ru, = rupê
;, = Rupiah
,]u, = ]ukÉ, = Sukra
,r, = rdiEt, = Radite
,s, = sÉ x, = Srana
Contoh kalimat: Kakawin punika ngawit katureksa ring rahina, Su, Pa, wuku
Dungulan, tang 1, sasih katiga, saka warsa, 1079.
Kkwinæunik\witÐtuerk×r&rhin,]u,p,wukudu\áuln/,
t*,1,]]I;ktig,]kw([,1079.
Artinya: Kakawin itu mulai diperiksa pada hari Jumat
Paing, wuku Dungulan, tanggal 1, bulan ketiga (Maret) tahun 1079.
b) Ringkesan
Modern
Ringkesan Modern adalah ringkesan yang diserap dari
bahasa Indonesia juga ditulis dengan carik satu. Penyerapan dari bahasa
asing, tulisan singkatannya mengikuti bunyinya (fonetik) dan bentuk dalam
bahasa Indonesia.
Sama halnya dengan singkatan dalam bahasa Indonesia,
singkatan modern dalam bahasa Bali juga
ditulis dengan mengambil setiap huruf besar/capital dari kata yang disingkat.
Sementara cara penulisannya dalam aksara
Bali adalah dengan diapit carik satu (carik
siki). Seperti yang ditulis di bawah ini!
Contoh:
SLTP = ,6s/6l/etep,
RRI = ,6(6(÷,
PLN = ,ep6l/6n/,
SMP = ,6s/6m/ep,
SMA = ,6s/6m/Á,
SMK = ,6s/6m/k,
RSU = ,6(6s/ú,
DPR = ,edep6(,
IHDN = ,÷hed6n/,
IDI = ,÷ed÷,
Ringkesan
Modern yang berisi angka seperti di bawah ditulis sesuai dengan ucapannya dan
juga diapit oleh carik satu, misalnya:
P3K = ,ep 3 k, ,ep tig k,
D2 = ,ed 2, ,ed duw,
D3 = ,ed
3,
S2 = ,6s/ 2,
2.2.5.2 Akronim
Akronim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(1995:18) adalah kependekatan yang
berupa gabungan huruf / suku kata / bagian lain yang ditulis dan dilafalkan
sebagai kata yang wajar (sidak inspeksi mendadak dan mayjen mayor jendral).
Jadi akronim dalam bahasa Bali tidaklah jauh berbeda dengan akronim dalam
bahasa Indonesia, karena sama-sama merupakan singkatan yang berupa gabungan
suku kata atau bagian lain yang ditulis menjadi satu kata (kruna) dan dilafalkan.
Bentuk-bentuk
akronim sukar dicari dibandingkan dengan Aksara Anceng. Kalau Aksara
Anceng banyak dijumpai dalam wariga-wariga, mantra-mantra dan
lain-lain (Tinggen, 1993: 29). Sementara akronim jarang digunakan dalam mantra-mantra, wariga dan naskah satua-satua
pewayangan yang menggunakan aksara Bali.
Karena akronim banyak diserap dari bahasa Indonesia, yang jaman sekarang
banyak digunakan dalam menuliskan papan nama yang menggunakan aksara bali.
Selanjutnya Disbud Provinsi Bali (2002: 31) menyebutkan akronim kasurat
sakadi pidabdab nyurat kruna ‘akronim ditulis seperti cara menulis kata’.
Akronim yang sepertinya tidak berupa singkatan, tidak lagi memakai carik siki di depannya, melainkan hanya
di akhir kata saja, misalnya:
BALITA = blit,
DEPAG = edpg/,
DEPDAGRI = edpÑgÉi,
KAKANCAM = kkzÇm/,
DEPDIKBUD = edpiÑkãud/,
POLRI = epolÉi,
PUSKESMAS = puesÐsßs/,
POSYANDU = eposênÑu,
POSKAMBLING = eposÐm/bÞ&,
PRAMUKA = pÉmuk,
KODAM = ekodm/,
DEPSOS = edepuæos/
DISPENDA = diesænÑ,
Akronim sudah banyak digunakan dari sejak dahulu
dalam mengucapkan istilah-istilah tertentu dalam bahasa Bali
seperti:
Kipa (
jangkrik kipa) : jangkrik siki paa (jangkrik dengan kaki
satu)
Duplang ( jangkrik
duplang) : jangkrik dua paa ilang
(jangkrik hilang dua kaki)
Baktisraga : Bangkang,
Tista, Sraya, Galiran ( nama-nama desa di Karangasem)
Pertima : Perasi, Timrah, Asak ( nama-nama Desa)
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam
sebuah penelitian metode merupakan alat bantu untuk mencapai tujuan. Berhasil atau tidaknya di dalam melakukan
suatu penelitian, sangat tergantung dari metode-metode yang digunakan.
Pengertian metode menurut (Koentjaraningrat, 1990: 7) adalah cara untuk memahami objek yang menjadi
sasaran penelitian. Selanjutnya, bekerja dengan menggunakan metode yang baik
dan tepat akan menghasilkan penelitian yang baik, objektif, dan ilmiah serta
sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Surakhmad, 1990: 131). Oleh karena itu,
ketepatan memilih metode dalam sebuah
penelitian merupakan syarat utama bagi seorang peneliti, lebih-lebih penelitian
yang bersifat ilmiah.
Menyadari pentingnya metode dalam
penelitian ilmiah, maka
keberadaannya harus benar-benar diperhitungkan. Demikian pula dengan penelitian
ini menggunakan sejumlah metode yang telah diperhitungkan secara cermat. Adapun
metode-metode yang dimaksud adalah (1)
metode penentuan subjek penelitian, (2) metode pendekatan subjek penelitian,
(3) metode pengumpulan data, dan (4) metode pengolahan data. Secara rinci
metode-metode tersebut akan diuraikan berikut ini.
3.1 Metode Penentuan Subjek Penelitian
Netra (1974: 22) menyatakan bahwa metode penentuan subjek
penelitian adalah suatu metode yang digunakan dalam rangka menentukan subjek
penelitian. Setiap penelitian di samping
menentukan objek penelitian, terlebih dahulu harus ditentukan subjek penelitiannya. Kedua unsur tersebut
tidaklah sama, tetapi mempunyai hubungan yang erat antara yang satu dengan yang
lainnya. Dalam penelitian ini yang
menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Amlapura Tahun
Pelajaran 2010/2011. Sebagai objek penelitian adalah kemampuan menulis
Singkatan dan Akronim dengan Aksara Bali.
Penentuan
subjek penelitian dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu meneliti semua
subjek penelitian yang disebut dengan penelitian populasi dan meneliti sebagian
dari subjek penelitian yang disebut dengan penelitian sampel. Dalam penelitian
ini peneliti memilih cara kedua dengan kata lain, penelitian ini merupakan
penelitian sampel. Lebih jauh mengingat sampel merupakan bagian dari populasi,
maka populasi terlebih dahulu harus diketahui. Oleh karena itu uraian
selanjutnya akan dimulai dengan populasi baru kemudian tentang sampel.
3.1.1
Populasi
Penelitian
Penelitian yang dilakukan tidak terlepas dari penentuan populasi. Hal
ini dilakukan untuk memperoleh gambaran siapa dan apa yang akan diteliti. Oleh
karena itu, populasi harus ditetapkan
batas-batasnya secara tegas. Hal ini akan memberikan gambaran yang jelas
mengenai subjek yang akan diteliti.
Hadi (1980: 72) menyatakan,
bahwa populasi adalah semua individu yang diselidiki. Kemudian Suharsimi
Arikunto (1992:102) juga menyatakan, bahwa populasi adalah keseluruhan subjek
yang ada dalam wilayah penelitian. Dari kedua pendapat ini, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
populasi adalah keseluruhan subjek yang ada dalam wilayah penelitian.
Yang dijadikan populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Amlapura Tahun Pelajaran
2010/2011. Jumlah populasi dalam penelitian adalah 121 orang siswa yang terdiri
atas 80 orang laki-laki dan 41 orang perempuan. Yang tersebar dalam 4 kelas
dengan rincian sebagai berikut: Kelas VIIIA = 29, Kelas VIII B = 31, Kelas VIII
C = 30, Kelas VIII D = 31. Rincian
populasi selengkapnya ditampilkan dalam tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Populasi
Penelitian
Nama
Sekolah
|
Kelas
|
Jenis
Kelamin
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
SMP Negeri 1 Amlapura
|
VIII A
VIII B
VIII C
VIII D
|
19
21
20
20
|
10
10
10
11
|
29
31
30
31
|
Jumlah
|
80
|
41
|
121
|
3.1.2 Sampel
Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan
penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian sampel. Yang dimaksud menggeneralisasikan adalah mengangkat
kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi (Suharsimi
Arikunto, 2006: 131-132). Pengambilan sampel tidak dapat dilakukan secara
sebarang, tetapi harus mengikuti teknik-teknik tertentu, agar sampel yang
dipilih nanti benar-benar dapat mewakili populasi. Mengingat banyaknya jumlah
populasi yang akan diteliti serta diharapkan penelitian ini memperoleh hasil yang
maksimal, maka akan ditetapkan sejumlah sampel penelitian.
Untuk sekadar ancer-ancer,
maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya
besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih, tergantung
setidak-tidaknya dari:
a) kemampuan peneliti dilihat
dari segi waktu, tenaga, dan dana,
b) sempit luasnya wilayah
pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya
data,
c) besar
kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika
sampel lebih besar, hasilnya akan lebih baik (Arikunto, 2006: 134).
Berdasarkan
pendapat Arikunto di atas, penulis akan mengambil 60% dari jumlah populasi,
sebagai sampel. Perhitungannya adalah 60/100 x 121 = 72,6 dibulatkan menjadi 73. Dengan demikian,
jumlah sampel penelitian ini adalah 73 orang. Lebih jauh, untuk memenuhi jumlah
tersebut peneliti menggunakan dua teknik sampling yakni proposional sampling
dan random sampling. Kedua teknik tersebut akan diuraikan pada bagian berikut.
3.1.2.1
Proporsional
Sampling
Proporsional sampling adalah pengambilan sampel dari
tiap-tiap subpopulasi dengan memperhitungkan besar kecilnya subpopulasi
(Sutrisno Hadi, 1987:81). Karena populasi yang akan diteliti terdiri atas empat
sub populasi, yakni kelas VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, maka pengambilan sampel dari tiap-tiap sub
itu didasarkan atas besar kecilnya jumlah siswa pada masing-masing kelas
tersebut. Dalam menentukan jumlah sampel pada tiap-tiap sub populasi peneliti
menggunakan rumus sebagaimana dikembangkan oleh Arikunto (2006:134) berikut
ini:
NI
ni = ——
x n
N
Keterangan:
NI = total sub populasi
N = total populasi
n = besar sampel yang ditentukan
ni = besar sampel untuk
total sub populasi.
Berdasarkan rumus di atas, maka besarnya sampel
tiap-tiap sub populasi dapat dihitung seperti berikut ini:
1)
Kelas VIII A dengan jumlah siswa 29 orang, maka:
29 x 73 = 17,49 dibulatkan
menjadi 17
121
2) Kelas VIII B dengan jumlah siswa 39 orang,
maka:
31 x 73 = 18,7 dibulatkan
menjadi 19
121
3) Kelas VIII C dengan jumlah siswa 40 orang,
maka:
30 x 73 = 18,09 dibulatkan
menjadi 18
121
4) Kelas VIII D dengan jumlah siswa 43 orang,
maka:
31 x 73 = 18,70 dibulatkan
menjadi 19
121
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh rincian
sampel yang akan dijadikan subjek penelitian adalah 73 orang. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.2 Sampel
Penelitian
No
|
Kelas
|
Sampel
|
1
|
VIII A
|
17
|
2
|
VIII B
|
19
|
3
|
VIII C
|
18
|
4
|
VIII D
|
19
|
Jumlah
|
73
|
3.1.2.2
Random Sampling
Teknik
random sampling adalah pengambilan sampel secara random atau tanpa pandang
bulu. Dalam random sampling semua individu dalam populasi baik secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama diberikan kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel (Sutrisno Hadi, 1991:75). Berdasarkan pendapat diatas,
untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua subjek dalam penelitian ini,
maka pengambilan anggota sampel dilakukan secara acak dengan menggunakan teknik
undian. Dalam teknik undian peneliti mengikuti sepenuhnya prosedur yang
dikembangkan Hadi (1984:86) berikut ini:
1) semua siswa diberi nomor urut
2) dibuat potongan-potongan
kertas sejumlah siswa
3) pada setiap potongan kertas
tersebut ditulis nama siswa
4) potongan kertas tersebut
digulung
5) gulungan kertas tersebut
dimasukkan ke dalam sebuah kaleng
6) kaleng dikocok dengan baik
7)
gulungan kertas dikeluarkan satu persatu sebanyak sampel yang ditentukan
8)
siswa yang namanya tercantum dalam kertas yang dikeluarkan dari kaleng tersebut
berhak menjadi anggota sampel
9) nama-nama siswa tersebut
selanjutnya dicatat dalam sebuah daftar.
Berdasarkan
teknik dan prosedur diatas, peneliti dapat menetapkan nama-nama dari anggota
populasi yang terpilih sebagai sampel.
3.2 Metode
Pendekatan Subjek Penelitian
Metode pendekatan subjek yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode empiris. Pendekatan empiris
merupakan suatu pendekatan di mana gejala yang diteliti itu sudah ada secara
wajar sehingga tidak usah lagi membuat gejala baru (Netra, 1979: 35). Dari
pendapat Netra akhirnya penelitian ini menggunakan metode pendekatan empiris.
Adapun gejalanya adalah siswa SMP Negeri
1 Amlapura tahun pelajaran 2010/2011 telah memiliki kemampuan menulis singkatan
dan akronim dengan aksara Bali,
karena sudah diajarkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah
suatu metode yang digunakan untuk mencari data mengenai kemampuan menulis
singkatan (ringkesan) dan akronim dengan aksara Bali. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yakni metode
tes, metode kuesioner dan metode wawancara. Ketiga metode yang dimaksud akan
diuraikan secara rinci berikut ini.
3.3.1 Metode Tes
Nurkancana dan Sunartana (1983:
25) mengatakan bahwa tes adalah suatu cara untuk mengadakan penelitian yang
berbentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa, atau sekelompok siswa
sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku, prestasi siswa tersebut, yang
dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai anak-anak lain atau nilai standar
yang ditetapkan. Batasan ini senada dengan pandangan Netra.
Netra mengatakan bahwa tes sebagai metode
penyelidikan adalah suatu cara untuk memperoleh suatu data yang berbentuk suatu
tugas yang dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dapat
menghasilkan nilai yang dapat dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari
orang lain maupun dengan suatu standara. Tugas ini harus dikerjakan sendiri dan
hasilnya akan dinilai, nilai-nilai yang diperoleh akan dibandingkan antara satu
dengan yang lainnya atau dengan suatu standard (Netra, 1974: 64).
Data utama dalam penelitian ini
adalah data yang dikumpulkan langsung dari sumbernya yaitu berupa hasil tes
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Amlapura. Metode tes dimaksud adalah pengumpulan data yang
dilakukan dengan memberi tugas kepada siswa melalui tes yang telah disiapkan.
Instrumen yang dipergunakan dalam peneltian ini adalah
berbentuk tes. Tes yang disusun disesuaikan dengan tingkat pendidikan siswa.
Instrumen dalam penelitian ini berfungsi untuk mendapatkan data yang riil serta
dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk tes adalah
essay, yang dibagi menjadi 3 (tiga), masing-masing 10 (sepuluh) soal,
jadi jumlah seluruh tes yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah 30 item.
Langkah-langkah
yang akan ditempuh dalam mengumpulkan data dengan metode tes adalah sebagai berikut.
1.
Penyusunan Tes
Untuk memperoleh data diperlukan alat yang bernama
instrumen penelitian. Sebuah instrumen harus disusun dengan teliti agar
hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes essay, yang dibagi menjadi 3 (tiga), masing-masing 10 (sepuluh)
soal tentang singkatan tradisional, 10 (sepuluh) soal tentang singkatan modern
dan 10 (sepuluh) tentang akronim. Jadi jumlah seluruh tes yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah 30 item.
Hal-hal penting
yang dilakukan di dalam menyusun tes adalah sebagai berikut:
a) Menentukan
Materi Tes
Materi tes ditentukan
berdasarkan materi pembelajaran tentang menulis singkatan dan akronim dengan aksara
Bali.
b) Menentukan jumlah dan jenis
tes
Tes yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tes
essay, yang dibagi menjadi 3
(tiga), masing-masing 10 (sepuluh) soal, jadi jumlah seluruh tes yang digunakan
untuk mengumpulkan data adalah 30 item.
c) Menulis Soal
Soal ditulis dengan aksara
latin yamg selanjutnya disalin ke dalam aksara Bali oleh siswa.
d) Menentukan Bobot Tes
Tes yang dibuat
sebanyak 30 butir, setiap butir tes diberi bobot 1. Berdasarkan pembobotan ini,
maka skor maksimal idealnya adalah 30 x 1 = 30.
e) Waktu Mengerjakan Tes
Waktu yang disediakan untuk
mengerjakan tes tersebut adalah 80 menit (2 jam pelajaran) dengan rincian: (1)
10 menit untuk membagikan instrumen penelitian kepada siswa dan untuk membaca
petunjuk umum yang terdapat dalam tes, (2) 70 menit untuk menjawab ketiga puluh
soal dalam tes.
f) Pelaksanaan Tes
Tes dilaksanakan pada hari
selasa, rabu dan kamis, tanggal 8-10 Pebruari 2011, pada siswa kelas VIII
sejumlah 73 orang.
3.3.2
Metode Kuesioner
Metode
kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
data yang terkait dengan rumusan masalah yang ketiga yaitu, kesulitan-kesulitan
yang dihadapi siswa dalam menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali.
Narbuko (2004:36)
menyatakan bahwa metode kuesioner (angket) adalah pertanyaan mengenai sesuatu
masalah atau bidang yang akan diteliti. Pandangan lain mengatakan bahwa, daftar
pertanyaan yang ada dalam angket ada yang langsung diberikan kepada orang yang
ingin dimintai pendapat (kuesioner langsung), dan ada juga yang daftar
pertanyaannya dikirimkan melalui orang lain yang dimintai menceritakan tentang
keadaan orang lain yang disebut dengan kuesioner tidak langsung, (Hadi,
1989:178). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kuesioner langsung
dimana daftar pertanyaannya langsung diberikan kepada orang yang ingin dimintai
pendapat. Metode kuesioner ini digunakan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan
apa yang dialami siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Amlapura dalam menulis singkatan
(ringkesan) dan akronim dengan aksara Bali.
Untuk memperoleh data, angket disebarkan kepada seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Amlapura. Kuesioner ini
diberikan setelah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Amlapura mengerjakan tes .
3.3.3 Metode Wawancara
Metode wawancara
juga digunakan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan
rumusan masalah yang ketiga yaitu, kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa
dalam menulis singkatan dan akronim dengan aksara
Bali. Metode ini untuk menguatkan dari metode
kuesioner yang diberikan kepada siswa.
Metode
Interview atau wawancara adalah suatu cara memperoleh data dengan jalan
melakukan tanya jawab yang sistematis, disertai dengan pencatatan. “Interview
juga merupakan metode penyelidikan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan”
(Walgito, 1980:18). Cara ini dilakukan dengan tatap muka dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada beberapa informan yang dianggap menguasai atau
mengetahui tentang masalah yang sedang diteliti. Yang perlu diperhatikan dalam
wawancara yaitu pertanyaan-pertanyaan
yang akan diajukan hendaknya disusun secara sistematis serta diarahkan sesuai
dengan perencanaan penelitian. Lebih lanjut dalam buku Metodologi Penelitian (Netra, 1974:53) menegaskan, bahwa salah satu pihak berkedudukan sebagai
orang yang mencari keterangan (information
hunter) dan pihak yang lain sebagai orang yang memberi keterangan (information supplyer).
Sementara,
Nasution (2003:117) membagi wawancara menurut jumlah responden menjadi dua
yaitu, individual dan kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, dalam penelitian
ini penulis menggunakan jenis interview tunggal, yaitu dengan mengadakan tanya
jawab dengan informan secara individu atau perorangan dengan tatap muka
langsung guna mendapatkan data yang berbobot dan berkualitas.
3.4 Metode Pengolahan Data
Dalam melaksanakan kegiatan
pengolahan data ada suatu cara yang digunakan, yaitu dengan metode pengolahan
data atau analisis data. Metode pengolahan data adalah suatu cara yang
digunakan untuk mengolah data hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode statistik deskriptif. Menurut Sugiono (1999:13)
metode statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan
atau mendeskrepsikan objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi
sebagaimana adanya, tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulanyang lebih
luas (generalisasi).
Metode tersebut penulis
gunakan, selain untuk mempermudah menggambarkan objek yang teliti melalui data
sampel, juga bertujuan untuk mendapatkan
gambaran yang objektif tentang kemampuan siswa menulis singkatan dan akronim
dengan aksara Bali.
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam mengolah
data penelitian ini, maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut. 1) menyekor
tes, 2) mengkonversikan skor, 3) menentukan kriteria predikat, 4) mencari skor rata-rata.
Uraian lebih jauh dari langkah-langkah tersebut akan disajikan berikut ini.
3.4.1 Menyekor
Tes
Setelah tes dilaksanakan, lembar jawaban siswa
selanjutnya diperiksa berdasarkan kunci jawaban yang telah disiapkan. Setiap
jawaban yang benar diberi skor 1 dan yang salah diberi skor 0. Penilaian
tersebut berlaku untuk semua kategori, baik kategori A, B dan C. Jika terjadi
kesalahan pada setiap aksaranya berarti mendapatkan skor 0, dan jika benar
seluruh aksaranya dalam setiap item mendapat skor 1. Langkah berikutnya adalah
menghitung berapa jumlah betul dan salahnya. Sebagaimana telah diungkapkan di
atas, bahwa tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah, tes dalam bentuk essay dibagi menjadi 3 (tiga) kategori
masing-masing 10 (sepuluh) soal, dengan jumlah 30 item. Bobot masing-masing
item adalah 1. Berdasarkan hal tersebut, diketahui besar skor maksimal ideal
yang dapat dicapai oleh siswa adalah 30. Hal ini berarti bahwa skor tertinggi
yang dicapai siswa adalah 30 jika siswa mampu mengerjakan seluruh item dengan
benar.
3.4.2
Mengkonversi Skor
Skor yang diperoleh dari
hasil tes merupakan skor mentah. Skor mentah belum memberikan gambaran yang
jelas tentang kemampuan siswa. Untuk itu skor mentah harus dikonversikan atau
diubah ke dalam skor standar. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam
mengubah skor mentah menjadi skor standar adalah sebagai berikut:
1.Menentukan
Skor Maksimal Ideal (SMI)
Skor maksimal ideal adalah
skor tertinggi yang mungkin dicapai apabila semua item dapat dijawab dengan benar
(Nurkancana, 1986:79). Skor maksimal ideal dapat dicari dengan menghitung
jumlah aspek yang dinilai dan bobot masing-masing item. Jadi skor maksimal
ideal dari menulis singkatan dan akronim adalah 30.
2. Membuat Pedoman Konversi
Pedoman
konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah menjadi skor standar dengan
menggunakan norma absolute skala seratus adalah didasarkan atas tingkat
penguasaan terhadap bahan yang disajikan. Tingkat penguasaan atau tingkat
kemampuan siswa dalam menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali akan tercermin pada tinggi rendahnya skor
standar yang dicapai. Pedoman konversi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah norma absolut skala seratus (persentil) digunakan rumus sebagai berikut.
X
P = — x 100
SMI
Keterangan:
P = Persentil
X = Skor yang dicapai
SMI =
Skor Maksimal Ideal (Nurkancana, 1992:99)
Berdasarkan rumus di atas, konversi
skor dari masing-masing siswa dapat dihitung. Misalnya seorang siswa yang
memperoleh skor mentah: 30, 23, 15, dan 8 skor standarnya masing-masing adalah
seperti berikut.
1) 30
x 100 2) 15 x 100
30 30
= 100 =
50
3) 23
x 100 4) 8 x 100
30 30
= 77 =
27
Demikian
perhitungan selanjutnya dilakukan terhadap setiap skor mentah yang diperoleh
siswa, sehingga dapat diketahui skor standar dari masing-masing siswa. Untuk
lebih jelasnya, skor standar dari masing-masing skor mentah siswa dapat dilihat
dalam table pedoman konversi berikut ini.
Tabel 3.3 Pedoman Konversi
Skor Mentah
|
Skor Standar
|
(1)
|
(2)
|
30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
|
100
97
93
90
87
83
80
77
73
60
67
63
60
57
53
50
47
43
40
37
33
30
27
23
20
17
13
10
7
3
|
3.4.3 Menentukan Kriteria Predikat
Skor standar yang
diperoleh oleh siswa akan disesuaikan dengan predikat kemampuan yang sering
digunakan dalam penilaian tingkat keberhasilan siswa yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.4 Kriteria
Predikat Kemampuan Siswa
Skor Standar
|
Predikat
|
86-100
71-85
56-70
41-55
≤ 40
|
A = Baik
Sekali
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang
E = Sangat
Kurang
|
(Depdikbud, 2000: 11)
3.4.4 Mencari
Skor Rata-rata
Rata-rata (mean) merupakan
teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok
tersebut. Rata-rata (mean) ini
didapat dengan menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu, kemudian
dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok tersebut. Hal ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
Me = ∑ xi
n
Keterangan:
Me = mean (rata-rata)
∑ = Apsilon
(baca jumlah)
Xi = nilai X
ke-i sampai n
n = jumlah individu (Sugiyono, 1999:42-43).
3.4.5 Menarik Simpulan
Langkah terakhir dari pengolahan data penelitian
adalah menarik simpulan. Menarik simpulan disini dimaksudkan sebagai usaha
untuk menafsir
kan atau mendeskripsikan secara naratif hasil yang diperoleh dari
pengolahan data pada masing -masing metode yang digunakan. Misalnya jika siswa
mendapatkan skor 80, maka siswa tersebut dikatagorikan mendapat predikat baik.
BAB
IV
PENYAJIAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini disajikan data hasil penelitian mengenai kemampuan menulis
singkatan (ringkesan) dan akronim
dengan aksara Bali siswa kelas VIII
SMP Negeri 1 Amlapura Tahun Pelajaran 20010/2011. Secara garis besarnya
penyajian hasil penelitian ini mencakup beberapa hal yaitu, (1)
Data hasil tes, (2) Analisis data hasil tes, (3) Presentase tingkat
kemampuan siswa, dan (4) Skor rata-rata (5) Simpulan analisis data hasil tes,
(6) Data hasil kuesioner, (7) Analisis data hasil kuesioner, (8) Simpulan
analisis data hasil kuesioner, (9) Data hasil wawancara, (10) Analisis data
hasil wawancara, (11) Simpulan analisis data hasil wawancara. Di bawah ini akan
dijelaskan lebih jauh mengenai beberapa hal tersebut.
4.1 Data
Hasil Tes
Setelah tes dilaksanakan di tempat penelitian, yakni pada siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Amlapura, selanjutnya lembar jawaban siswa diperiksa dan
diberi skor sesuai dengan rumus
penyekoran yang telah diuraikan pada Bab III. Hasil penyekoran tersebut
merupakan skor mentah yang dicapai oleh siswa. Selanjutnya lembar jawaban siswa
di rangking. Lembar jawaban yang mendapat skor paling tinggi ditaruh paling
atas, di bawahnya adalah lembar jawaban yang mendapat skor lebih rendah,
demikian seterusnya hingga lembar jawaban yang mendapat skor paling rendah
diletakkan paling bawah. Berdasarkan uraian di atas, skor dari masing-masing
siswa akan diketahui. Skor yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk setiap
kategori, terlebih dahulu dijumlahkan untuk mendapatkan total skor sebagai skor
mentah. Data tersebut akan ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 4.1
Data Hasil Skor Tes Siswa
No.
|
Nama Siswa
|
Skor tes
|
Total
Skor
|
A
|
B
|
C
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
|
Ayu Febrianti
Ni Made
Ari Dea
Pradina
Widana I Putu
Agus Supriadi
Angga Darma I
Komang
Dodi Wirawan I
Komang
Supriadi I
Wayan
Alfian Yogi
Nirisandy I
Made
Putra Adiputra Gede
Ayu Devi Ni
Luh
Yoga Ida Bagus
Budiartha I
Gede
Toni Kamulan I Gusti Ngurah
Dwi Putra I
Gusti Bagus
Yesy Candra
Darma Yasa I
Dewa Gede
Sadmika Cakra
Ida Bagus
Darma Susila I
Komang
Evi Pratiwi
Dika Swarnadi
Eka Septiaawan
I Made
|
9
9
9
9
9
8
8
8
8
9
8
8
9
8
8
7
8
7
7
9
7
7
|
10
10
10
10
10
10
10
10
10
9
10
10
10
10
10
10
9
10
10
8
10
10
|
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
9
10
10
10
10
10
10
10
10
10
|
29
29
29
29
29
28
28
28
28
28
28
28
28
28
28
27
27
27
27
27
27
27
|
23
24
25
26
27
28
29
30
31
(1)
|
Eka Saputra I
Ketut
Marsena
Nanda Nugraha
I Gede
Okta
Mahadipaya
Dika Samudra I
Gst
Prastiya I
Gusti Ayu
Witari Ni Wayan
Purti Widnyani
Sriwilasari Ni
Luh
(2)
|
7
7
8
7
7
7
9
7
7
(3)
|
9
9
9
9
9
9
7
9
9
(4)
|
10
10
9
10
10
10
10
10
9
(5)
|
26
26
26
26
26
26
26
26
25
(6)
|
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
|
Putri Cahyani
Swasti Ayuning
Pradnyana I
Made
Sri Utari
Suarningsih
Luh Putu
Try adbi Utama
I Komang
Widiana Putra
I Made
Dinda Puspita
Ni Komang
Silistri Ni
Kadek
Zabrina
Elfareta
Erix Saputra
Ari Darsana I
Gede
Yudariyanti Ni
Putu
Agus Sukanada
I Komang
Ari Dwipayani
Ni Nyoman
Arista Dewi Ni
Kadek
Astiti Ni
Wayan
Aghistanaya
Yogie I Gst Lanang
Beny Adi
Saputra
Dony Sara
Budiarta I
Kadek
Agus Sinartha
I Putu
Tana Pande I
Wayan
Dwi Septiawan
I Putu
Dian Kerani
Putri
Jesy Putri
Ningsih
Dwitayani Ni
Wayan
Lina Susanti
Eka Kertana Ni
Putu
Hendra Putra I
Gede
Kerti I Gst
Bagus
Lalu Saprudin
Teja Kusuma
Ida Bagus
Natus Rama
|
8
7
7
8
7
7
7
8
7
7
7
7
7
7
9
7
7
7
7
8
7
7
7
7
7
7
8
7
7
7
7
8
7
7
|
8
9
9
9
9
9
9
8
9
9
9
9
9
9
7
9
9
9
9
8
9
9
9
9
9
9
8
9
9
9
9
8
9
9
|
9
9
9
8
9
9
9
9
9
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
|
25
25
25
25
25
25
25
25
25
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
23
23
23
23
23
23
23
23
23
23
|
66
67
68
69
70
71
72
73
|
Ratna Kusuma
Dewi Ni Putu
Rutiantini Ni
Made
Swandita
Meikayanti Ni Wayan
Citra Ni Ketut
Suratni ni Luh
Darmika I
Wayan
Sudiarta I
Ketut
Naga Windu
Jaya I Gede
|
7
6
6
6
7
6
6
7
|
8
9
8
8
8
8
8
8
|
7
8
7
8
7
8
8
7
|
23
22
22
22
22
22
22
22
|
4.2 Hasil
Analisis Data Tes
Hasil
analisis data tes merupakan hasil dari pengolahan data terhadap hasil tes yang
diperoleh siswa. Pengolahan hasil tes ini disesuaikan dengan langkah-langkah
pengolahan data yang telah ditetapkan pada Bab III. Untuk itu sajian hasil
analisis data tes ini juga mengikuti langkah-langkah tersebut.
4.2.1 Mencari
Skor Standar
Data hasil tes dalam bentuk skor yang diperoleh siswa
seperti pada tabel 4.1 di atas masih dalam bentuk skor mentah. Skor mentah
belum memberikan gambaran yang jelas tentang kemampuan siswa. Untuk itu, skor
mentah harus diubah ke dalam skor standar. Sebagaimana telah diuraikan pada
Bagian 3.4 (Metode Pengolahan Data), pengubahan skor mentah ke skor standar
menggunakan rumus sebagai berikut:
X
P = — x 100
SMI
Keterangan:
P =
Persentil
X = Skor
yang dicapai
SMI = Skor
Maksimal Ideal (Nurkancana, 1992:99)
Berdasarkan
rumus di atas, diketahui X (skor mentah yang dicapai siswa) adalah sesuai
dengan tabel 4.1 dan SMI adalah 30. Dengan demikian skor standar dari masing-masing
tingkat penguasaan siswa dapat dihitung sebagai berikut.
Contoh:
1)
Misalkan
seorang siswa yang memperoleh skor mentah 30, maka skor standarnya adalah:
30
x 100 = 100
30
2)
Seorang siswa
yang skor mentahnya 24, maka skor standarnya adalah:
24 x 100 = 80
30
Begitulah perhitungan
selanjutnya dilakukan pada setiap skor mentah siswa, sehingga skor standar dari
masing-masing siswa dapat diketahui. Adapun hasil pengubahan skor mentah ke
skor standar dari masing-masing siswa dapat ditampilkan pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Hasil Konversi Skor
No.
|
Nama Siswa
|
Skor
Mentah
|
Skor
Standar
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
|
Ayu Febrianti
Ni Made
Ari Dea
Pradina
Widana I Putu
Agus Supriadi
Angga Darma I
Komang
Dodi Wirawan I
Komang
Supriadi I
Wayan
Alfian Yogi
Nirisandy I
Made
Putra Adiputra Gede
Ayu Devi Ni
Luh
Yoga Ida Bagus
Budiartha I
Gede
Toni Kamulan I Gusti Ngurah
Dwi Putra I
Gusti Bagus
Yesy Candra
Darma Yasa I
Dewa Gede
Sadmika Cakra
Ida Bagus
Darma Susila I
Komang
Evi Pratiwi
Dika Swarnadi
Eka Septiaawan
I Made
Eka Saputra I
Ketut
Marsena
Nanda Nugraha
I Gede
Okta
Mahadipaya
Dika Samudra I
Gst
Prastiya I
Gusti Ayu
Witari Ni Wayan
Purti Widnyani
Sriwilasari Ni
Luh
Putri Cahyani
Swasti Ayuning
Pradnyana I
Made
|
29
29
29
29
29
28
28
28
28
28
28
28
28
28
28
27
27
27
27
27
27
27
26
26
26
26
26
26
26
26
25
25
25
25
|
97
97
97
97
97
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
90
90
90
90
90
90
90
87
87
87
87
87
87
87
87
83
83
83
83
|
35
36
37
38
39
(1)
|
Sri Utari
Suarningsih
Luh Putu
Try adbi Utama I Komang
Widiana Putra
I Made
Dinda Puspita
Ni Komang
(2)
|
25
25
25
25
25
(3)
|
83
83
83
83
83
(4)
|
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
|
Silistri Ni
Kadek
Zabrina
Elfareta
Erix Saputra
Ari Darsana I
Gede
Yudariyanti Ni
Putu
Agus Sukanada
I Komang
Ari Dwipayani
Ni Nyoman
Arista Dewi Ni
Kadek
Astiti Ni
Wayan
Aghistanaya
Yogie I Gst Lanang
Beny Adi
Saputra
Dony Sara
Budiarta I
Kadek
Agus Sinartha
I Putu
Tana Pande I
Wayan
Dwi Septiawan
I Putu
Dian Kerani
Putri
Jesy Putri
Ningsih
Dwitayani Ni
Wayan
Lina Susanti
Eka Kertana Ni
Putu
Hendra Putra I
Gede
Kerti I Gst
Bagus
Lalu Saprudin
Teja Kusuma
Ida Bagus
Natus Rama
Ratna Kusuma
Dewi Ni Putu
Rutiantini Ni
Made
Swandita
Meikayanti Ni Wayan
Citra Ni Ketut
Suratni ni Luh
Darmika I
Wayan
Sudiarta I
Ketut
Naga Windu
Jaya I Gede
|
25
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
23
23
23
23
23
23
23
23
23
23
23
22
22
22
22
22
22
22
|
83
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
77
77
77
77
77
77
77
77
77
77
73
73
73
73
73
73
73
|
N =
73
|
∑Xi =
|
= 1839
|
= 6129
|
4.2.2 Predikat Kemampuan Siswa Menulis Singkatan (Ringkesan) dan Akronim dengan Aksara Bali
Skor standar yang diperoleh siswa seperti pada tabel
4.2 belum memberikan makna yang jelas atau tingkat penguasaan siswa. Untuk itu
skor tersebut harus diberikan predikat nilai sesuai dengan kriteria predikat
yang telah ditetapkan pada bagian 3.4.3. Berdasarkan kriteria tersebut,
predikat kemampuan siswa dalam menulis singkatan (ringkesan) dan akronim dengan aksara
Bali dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.3 Predikat Kemampuan Siswa Menulis Singkatan (Ringkesan) dan Akronim dengan Aksara Bali
No.
|
Nama Siswa
|
Skor
Standar
|
Predikat
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
(1)
|
Ayu Febrianti
Ni Made
Ari Dea
Pradina
Widana I Putu
Agus Supriadi
Angga Darma I
Komang
Dodi Wirawan I
Komang
Supriadi I
Wayan
Alfian Yogi
Nirisandy I
Made
Putra Adiputra Gede
Ayu Devi Ni
Luh
Yoga Ida Bagus
Budiartha I
Gede
Toni Kamulan I Gusti Ngurah
Dwi Putra I
Gusti Bagus
Yesy Candra
Darma Yasa I
Dewa Gede
Sadmika Cakra
Ida Bagus
Darma Susila I
Komang
Evi Pratiwi
Dika Swarnadi
(2)
|
97
97
97
97
97
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
90
90
90
90
90
90
(3)
|
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
(4)
|
22
23
24
|
Eka Septiawan
I Made
Eka Saputra I
Ketut
Marsena
|
90
87
87
|
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
|
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
(1)
|
Nanda Nugraha
I Gede
Okta
Mahadipaya
Dika Samudra I
Gst
Prastiya I
Gusti Ayu
Witari Ni Wayan
Purti Widnyani
Sriwilasari Ni
Luh
Putri Cahyani
Swasti Ayuning
Pradnyana I
Made
Sri Utari
Suarningsih
Luh Putu
Try adbi Utama
I Komang
Widiana Putra
I Made
Dinda Puspita
Ni Komang
Silistri Ni
Kadek
Zabrina
Elfareta
Erix Saputra
Ari Darsana I
Gede
Yudariyanti Ni
Putu
Agus Sukanada
I Komang
Ari Dwipayani
Ni Nyoman
Arista Dewi Ni
Kadek
Astiti Ni Wayan
Aghistanaya
Yogie I Gst Lanang
Beny Adi
Saputra
Dony Sara
Budiarta I
Kadek
Agus Sinartha
I Putu
Tana Pande I
Wayan
Dwi Septiawan
I Putu
Dian Kerani
Putri
Jesy Putri
Ningsih
Dwitayani Ni
Wayan
Lina Susanti
Eka Kertana Ni
Putu
Hendra Putra I
Gede
Kerti I Gst
Bagus
Lalu Saprudin
Teja Kusuma
Ida Bagus
(2)
|
87
87
87
87
87
87
83
83
83
83
83
83
83
83
83
83
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
77
77
77
77
77
77
77
77
77
(3)
|
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik sekali
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
(4)
|
65
66
67
|
Natus Rama
Ratna Kusuma
Dewi Ni Putu
Rutiantini Ni
Made
|
77
77
73
|
Baik
Baik
Baik
|
68
69
70
71
72
73
|
Swandita
Meikayanti Ni Wayan
Citra Ni Ketut
Suratni ni Luh
Darmika I
Wayan
Sudiarta I
Ketut
Naga Windu
Jaya I Gede
|
73
73
73
73
73
73
|
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
|
4.3 Presentase
Tingkat Kemampuan Siswa
Untuk memperoleh gambaran hasil yang lebih komprehensif, sajian data
penelitian ini juga dilengkapi dengan menghitung presentase tingkat kemampuan
siswa. Berdasarkan tabel 4.3 di atas, persentase kemampuan menulis singkatan (ringkesan) dan akronim dengan aksara
Bali siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Amlapura tahun pelajaran 2010/2011 dapat
dihitung sebagai berikut:
1)
Siswa yang memperoleh nilai 97 yang dikategorikan
baik sekali
berjumlah 5
(lima) orang atau dapat dihitung seperti berikut:
5 x 100% =
7%
73
2)
Siswa yang memperoleh nilai 93 yang dikategorikan
baik sekali
berjumlah 10
(sepuluh) orang atau dapat dihitung seperti berikut:
10
x 100% = 14%
73
3)
Siswa yang memperoleh nilai 90 yang dikategorikan
baik sekali
berjumlah 7 (tujuh) orang atau dapat dihitung seperti
berikut:
7 x 100% = 9%
73
4) Siswa yang memperoleh nilai 87 yang dikategorikan
baik berjumlah 8
(delapan) orang atau
dapat dihitung seperti berikut:
8 100% =
11%
73
5) Siswa yang
memperoleh nilai 83 yang dikategorikan
baik berjumlah 10
(sepuluh) orang atau dapat dihitung seperti berikut:
10 x 100% =
14%
73
6) Siswa yang
memperoleh nilai 80 yang dikategorikan baik berjumlah 15
(lima
belas) orang atau dapat dihitung sebagai
berikut:
15 x 100% =
21%
73
7)
Siswa yang
memperoleh nilai 77 yang dikategorikan baik berjumlah 11
(sebelas) orang atau dapat dihitung seperti berikut:
11
x 100% = 15%
73
8)
Siswa yang
memperoleh nilai 73 dalam kategori cukup 7 (tujuh) orang
atau dapat dihitung seperti berikut:
7 x 100% = 9%
73
Lebih lanjut, untuk mendapatkan hasil sajian yang lebih lengkap, bagian
ini juga disertai dengan penetapan kriteria predikat dan Kriteria Ketentuan
Minimum (KKM). KKM SMP Negeri 1 Amlapura adalah 65. Untuk lebih jelasnya, lihat
tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Persentase Tingkat Kemampuan Siswa
No.
|
Skor
Standar
|
Kriteria
|
Jumlah
Siswa
|
Persentase
|
Keterangan
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
1.
|
97
|
Baik sekali
|
5
|
7%
|
Tuntas
|
2.
|
93
|
Baik sekali
|
10
|
14%
|
Tuntas
|
3.
|
90
|
Baik sekali
|
7
|
9%
|
Tuntas
|
4.
|
87
|
Baik
|
8
|
11%
|
Tuntas
|
5.
|
83
|
Baik
|
10
|
14%
|
Tuntas
|
6.
|
80
|
21%
|
Tuntas
|
7.
|
77
|
7.
|
77
|
Baik
|
11
|
15%
|
Tuntas
|
8.
|
73
|
Baik
|
7
|
9%
|
Tuntas
|
Jumlah
|
73
|
100%
|
|
Berdasarkan tabel persentase
kemampuan manulis singkatan (ringkesan)
dan akronim dengan aksara Bali di
atas, dapat dikatakan: semua siswa (100%) dikategorikan tuntas karena tidak ada
yang memperoleh nilai di bawah 65 ; 22 orang siswa (30%) dikategorikan baik
sekali ; 51 orang siswa (70%) dikategorikan
baik.
4.4 Skor Rata-rata
Tabel di atas menunjukkan kemampuan menulis singkatan (ringkesan) dan akronim dengan aksara Bali siswa kelas VIII SMP Negeri
1 Amlapura tahun pelajaran 2010/2011. Untuk mengetahui kemampuan siswa secara umum, maka harus dicari skor rata-ratanya
terlebih dahulu. Rumus
yang digunakan untuk mencari skor rata-rata sesuai dengan
yang telah disebutkan pada Bab III adalah sebagai berikut.
Me = ∑
xi
n
Keterangan:
Me = mean
(rata-rata)
∑ = Apsilon (baca jumlah)
xi = nilai x
ke-i sampai n
n = jumlah
individu (Sugiyono, 1999:42-43)
Dari
tabel di atas diketahui bahwa ∑xi = 1839, sedangkan n = 73. Oleh karena itu, skor
rata-ratanya dapat dihitung seperti berikut.
Me
= 1839
73
=
25,19 dibulatkan menjadi 25
4.5 Simpulan Analisis Data Hasil Tes
Berdasarkan perhitungan di atas,
rata-rata skor mentah yang diperoleh adalah 25, sehingga rata-rata skor standarnya menjadi 83. Sesuai
dengan kriteria predikat pada Bab III, skor standar 83 tergolong baik. Berdasarkan skor rata-rata yang
diperoleh dari perhitungan di atas (4.4), maka dapat disimpulkan kemampuan menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali siswa kelas VIII SMP Negeri
1 Amlapura tahun pelajaran 2010/2011 adalah baik.
4.6 Data Hasil
Kuesioner
Kuesioner dilakukan beberapa hari
setelah tes diberikan kepada siswa. Tujuannya untuk lebih mengetahui sejauh
mana kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis singkatan dan
akronim dengan aksara bali. Dalam
kuesioner terdapat beberapa pertanyaan tentang kesulitan-kesulitan yang
dihadapi siswa dalam mengejakan tes sebelumnya. Dalam hal ini tes tentang
menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali. Kuesioner disebar dan
diberikan secara langsung kepada siswa sejumlah sampel yang ada yaitu 73. Siswa
diberikan waktu 20 menit untuk mengerjakan kuesioner tersebut.
Setelah kuesioner diisi oleh siswa,
selanjutnya jawaban tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa kesimpulan.
Adapun kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis singkatan dan
akronim dengan aksara Bali adalah
Penulisan Singkatan tradisional dalam hal: 1) Pemahaman, 2) Bentuk
Penulisan Aksara, 3) Cara Penulisan Aksara. Berikut tabel tentang data hasil
kuesioner .
Tabel 4.5 Data
Hasil Kuesioner
No.
|
Nama Siswa
|
Kesulitan
|
A
|
B
|
C
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
(1)
|
Ayu Febrianti
Ni Made
Ari Dea
Pradina
Widana I Putu
Agus Supriadi
Angga Darma I
Komang
Dodi Wirawan I
Komang
Supriadi I
Wayan
Alfian Yogi
Nirisandy I
Made
(2)
|
√
√
√
√
√
√
√
√
√
(3)
|
√
√
√
(4)
|
√
(5)
|
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
|
Putra Adiputra Gede
Ayu Devi Ni
Luh
Yoga Ida Bagus
Budiartha I
Gede
Toni Kamulan I Gusti Ngurah
Dwi Putra I
Gusti Bagus
Yesy Candra
Darma Yasa I
Dewa Gede
Sadmika Cakra
Ida Bagus
Darma Susila I
Komang
Evi Pratiwi
Dika Swarnadi
Eka Septiaawan
I Made
Eka Saputra I
Ketut
Marsena
Nanda Nugraha
I Gede
Okta
Mahadipaya
Dika Samudra I
Gst
Prastiya I
Gusti Ayu
Witari Ni Wayan
Purti Widnyani
Sriwilasari Ni
Luh
|
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
|
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
|
√
√
|
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
(1)
|
Putri Cahyani
Swasti Ayuning
Pradnyana I
Made
Sri Utari
Suarningsih
Luh Putu
Try adbi Utama
I Komang
Widiana Putra
I Made
Dinda Puspita
Ni Komang
Silistri Ni
Kadek
Zabrina
Elfareta
Erix Saputra
Ari Darsana I
Gede
Yudariyanti Ni
Putu
Agus Sukanada
I Komang
Ari Dwipayani
Ni Nyoman
Arista Dewi Ni
Kadek
Astiti Ni
Wayan
Aghistanaya
Yogie I Gst Lanang
Beny Adi
Saputra
Dony Sara
Budiarta I
Kadek
(2)
|
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
(3)
|
√
√
√
√
√
√
√
√
√
(4)
|
√
(5)
|
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
|
Agus Sinartha
I Putu
Tana Pande I
Wayan
Dwi Septiawan
I Putu
Dian Kerani
Putri
Jesy Putri
Ningsih
Dwitayani Ni
Wayan
Lina Susanti
Eka Kertana Ni
Putu
Hendra Putra I
Gede
Kerti I Gst
Bagus
Lalu Saprudin
Teja Kusuma
Ida Bagus
Natus Rama
Ratna Kusuma
Dewi Ni Putu
Rutiantini Ni
Made
Swandita
Meikayanti Ni Wayan
Citra Ni Ketut
Suratni ni Luh
Darmika I
Wayan
Sudiarta I
Ketut
Naga Windu
Jaya I Gede
|
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
|
√
√
√
√
√
√
√
|
√
√
√
|
Jumlah
|
73
|
27
|
9
|
Keterangan:
A = Pemahaman
B = Bentuk Penulisan Aksara
C = Cara Penulisan Aksara
4.7 Analisis Data
Hasil Kuesioner
Dalam cara menganalisis data hasil
kuesioner, penulis memisahkan antara pertanyaan tentang singkatan tradisional,
singkatan modern dan akronim. Dari beberapa jawaban-jawaban yang diberikan
siswa, ternyata kesulitan-kesulitan tersebut banyak mereka temukan pada
penulisan singkatan tradisional (aksara anceng). Sementara untuk penulisan
singkatan modern dan akronim sudah mampu dikuasai dan hampir tidak menemukan
kendala. Hal tersebut berdasarkan data hasil kuesioner yang telah diisi oleh
siswa.
4.8 Simpulan Analisis Data Kuesioner
Penarikan simpulan berdasarkan data
kuesioner yang diperoleh dari siswa adalah, siswa mengalami kesulitan dalam
menulis singkatan traditional (aksara anceng). Kesulitan tersebut terletak dari
kerancuan memisahkan huruf yang menjadi lambang dari kata yang disingkat.
Sehia juga merupakan data pendukung untuk melengkapi
informasi tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis
singkatan dan aktonim dengan aksara Bali. Wawancara dilakukan terhadap 3 (tiga)
orang siswa yang masing-masing memperoleh nilai tertinggi, sedang dan terendah.
Wawancara juga dilakukan terhadap 2 (dua) orang Guru bidang study bahasa Bali.
Adapun nama-nama siswanya yaitu:
1)
Ayu
Febrianti Ni Made, Kelas VIII A
2)
Widiana
Putra I Made, Kelas VIII B
3)
Naga
Windu Jaya I Gede, Kelas VIII D
Di bawah ini
nama-nama guru yang berhasil diwawancarai.
1) Ibu Dra. Ni Nengah Rempini.
2) Ibu Ni Wayan Yuniathi S.Pd.
Hasil
wawancara dari 3 (tiga) orang siswa akan
dipaparkan sebagai berikut.
1) Nama
Subjek : Ayu Febrianti Ni Made,
KelasVIII A
Pertanyaan :
”Dalam menulis singkatan dan akronim, manakah
yang menjadi kesulitan saudara (singkatan tradisional, modren dan
akronim ? kenapa jelaskan! ”
Jawaban
:”Singkatan tradisional. Karena saya kurang paham dengan huruf yang
menjadi lambang singkatan dari kata yang akan disingkat”.
2) Subjek
2 : Widiana Putra I Made, Kelas VIII
A
Pertanyaan :
”Dalam menulis singkatan dan akronim, manakah yang
menjadi
kesulitan saudara (singkatan tradisional, singkatan moderen dan akronim ? kenapa jelaskan ! ”
Jawaban :
”Singkatan Tradisional. Karena kurang paham dengan penggunaanya, dan huruf mana
yang menjadi singkatannya”.
3)Subjek 3 : Naga Windu Jaya I Gede, Kelas VIII D
Pertanyaan :”Dalam menulis singkatan dan akronim,
manakah yang
menjadi kesulitan saudara (singkatan tradisional,
singkatan moderen dan akronim ?
kenapa jelaskan ! ”
Jawaban :”Singkatan
Tradisional dan Singkatan Modern. Jika singkatan tradisional, kata-katanya
kurang saya mengerti karena banyak dari
bahasa Kawi dan Sansekerta. Kalau singkatan modern, kurang hafal dengan
penulisan ’es dan ’em dalam aksara
Bali”.
Hasil wawancara dari ketiga siswa, mengatakan bahwa kesulitan-kesulitan
yang mereka hadapi terletak pada cara penulisan singkatan tradisional (aksara anceng). Penyebab utamanya,
dikarenakan kurang pahamnya dengan makna
dari kata-kata yang disingkat. Hal tersebut sesuai dengan data kuesioner yang
penulis berikan kepada siswa. Sementara, hasil wawancara dari kedua guru bidang
studi bahasa daerah Bali, juga mengemukakan hal yang sama tentang
kesulitan-kesulitan yang siswa hadapi dalam menulis singkatan tradisional (aksara anceng). Selain hal-hal yang
disampaikan oleh siswa tersebut, menurut penulis juga dikarenakan minat siswa
dalam mempelajari bahasa bali sangat minim sekali. Sehingga siswa kurang paham
dengan arti dari kata yang banyak menggunakan bahasa Kawi atau bahasa
Sansekerta yang sudah diadopsi ke dalam bahasa daerah Bali.
4.10 Analisis Data Hasil Wawancara
Analisis
data hasil wawancara yang diperoleh dari guru bidang study Bahasa Daerah Bali,
bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami siswa selain karena hal-hal tersebut
yang telah diuraikan dalam data hasil kuesioner, juga karena beberapa sebab di bawah ini.
1) Dalam proses pengajaran Bahasa Bali, ternyata
pemberian tugas-tugas atau latihan jarang diberikan, terutama pekerjaan rumah.
2) Dalam
memberikan ulangan ke siswa, kadang-kadang materi yang belum dipahami
siswa,
3) Mengenai fasilitas sebagai salah satu
penunjang proses belajar mengajar, kelengkapan buku wajid dan buku LKS (buku
pegangan guru dan siswa) belum memadai.
4.11 Simpulan
Analisis Data Wawancara
Berdasarkan hasil data wawancara yang dilakukan terhadap
siswa dan guru bidang study bahasa daerah bali, penulis menyimpulkan bahwasanya
karena beberapa hal di ataslah sehingga siswa kurang diperhatikan kemampuannya
dalam menulis aksara Bali, terutama di saat siswa menghadapi kesulitan menulis
singkatan traditional (aksara anceng). Selain karena minat siswa dalam
mempelajari penulisan aksara Bali juga sangat minim.
Berdasarkan hasil analisis data
kuesioner dan wawancara dapat disimpulkan, kesulitan-kesulitan yang dihadapi
siswa dalam menuliskan singkatan dan akronim dengan menggunakan aksara Bali,
terletak pada penilisan aksara anceng.
Ini didukung oleh data empiris yang menunjukan, siswa banyak melakukan
kesalahan pada penulisan aksara anceng,
sementara sedikit ditemukan kesalahan dalam penulisan singkatan modern dan
akronim.
BAB V
PENUTUP
Bab ini merupakan
bagian akhir dari keseluruhan laporan hasil penelitian. Sebagaimana lazimnya,
bab terakhir ini terdiri atas dua pokok bahasan, yakni simpulan dan
saran-saran. Simpulan pada Bab ini berkait dengan temuan fakta-fakta di
lapangan dan hasil analisis, sedangkan saran-saran berkenaan dengan simpulan
yang telah ditetapkan. Dengan demikian, sistematika Bab V terdiri dari: 1)
Simpulan, 2) Saran-saran. Keduanya akan diuraikan satu persatu berikut ini.
5.1 Simpulan
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan
dan hasil analisis data yang diuraikan pada Bab IV dapat ditarik beberapa
simpulan sebagai hasil penelitian ini.
Simpulan ini pada intinya merupakan jawaban atas masalah-masalah yang telah
dirumuskan pada Bab I (Pendahuluan). Simpulan-simpulan tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Kemampuan menulis singkatan dan akronim siswa kelas VIII SMP Negeri
1 Amlapura Tahun Pelajaran 2010/2011 adalah baik. Hal ini didukung oleh data
empiris berupa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 83 dengan predikat baik.
2) Kesulitan-kesulitan
yang dihadapi siswa dalam menulis singkatan dan akronim dengan aksara Bali
terletak pada penulisan singkatan tradisional (aksara anceng). Kekurangmampuan
siswa dalam hal menulis singkatan
traditional juga dikarenakan oleh beberapa hal, diantaranya guru kurang memperhatikan kemampuan siswa dalam menulis
aksara Bali, terutama di saat siswa menghadapi kesulitan menulis singkatan
traditional (aksara anceng). Kurangnya
buku bahan ajar sebagai sarana pendukung siswa belajar, dan guru jarang memberikan latihan-latihan sebagai
motifasi siswa dalam mengembangkan kemampuannya menulis aksara Bali, juga
sebagai salah penyebabnya. Selain juga karena minat siswa dalam mempelajari
penulisan aksara Bali sangatlah minim.
5.2 Saran-saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat disampaikan
saran-saran sebagai berikut:
1) Hendaknya
kemampuan siswa dalam menulis singkatan
tradisional perlu ditingkatkan, sampai pada tingkat maksimal (sangat baik
sekali) karena dinilai belum maksimal .
2)
Disarankan kepada guru-guru
pengajar bahasa Bali di tempat penelitian ini dilakukan, untuk lebih sering
memberikan pelatihan aksara Bali kepada siswa supaya mereka memiliki pemahaman
dan keterampilan yang memadai dalam menggunakan pasang aksara Bali yang baik
dan benar khususnya penulisan singkatan dan akronim. Pelatihan hendaknya lebih
ditekankan pada keterampilan menulis aksara anceng, karena hasil penelitian
menunjukan siswa mengalami kesulitan
dalam hal ini.
Selain kedua saran di atas dapat pula dikemukakan saran-saran
lain yang berkenaan dengan Pembelajaran Bahasa Bali dan penulisan aksara
khususnya.
1)
Hendaknya guru mengubah metode
pembelajaran yang monotoon, agar
lebih bervariasi, sehingga minat belajar siswa terhadap pembelajaran bahasa
Bali lebih baik.
2)
Pemerintah (Dinas Pendidikan)
diharapkan lebih memperhatikan pengadaan buku-buku di sekolah maupun toko-toko
yang harganya terjangkau oleh masyarakat, terutama buku-buku tentang kegiatan
menulis, seperti buku pasang aksara
Bali, Ejaan yang Disempurnakan dalam bahasa Bali terutama tentang aksara Bali
Akhirnya
dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga saran-saran tersebut
mendapat perhatian dari semua pihak sehingga bisa dimanfaatkan untuk
perkembangan dunia pendidikan.