Sekar alit juga disebut
macapat. Macapat dalam bahasa Jawa berarti suatu sistem untuk membaca syair
tembang atas empat-empat suku kata. Di Bali tembang macapat sering disebut
dengan pupuh yang berarti rangkaian tembang (Budiyasa dan Purnawan, 1998: 8).
Pupuh di Bali dikenal sepuluh buah sebagai macapat asli, seperti Pupuh Sinom, Pupuh Semarandana, Pupuh
Pangkur, Pupuh Pucung, Pupuh Ginada, Pupuh Ginanti, Pupuh Durma, Pupuh
Maskumambang, Pupuh Dandanggula, dan
Pupuh Mijil. Pupuh yang dirangkai dalam sebuah cerita disebut geguritan. Akan tetapi, selanjutnya
muncul beberapa pupuh baru yang berasal dari kidung, seperti Jurudemung (Demung), Gambuh, Magatruh, Tikus Kapanting, dan Adri. Belakangan muncul beberapa geguritan yang memiliki beberapa tema, yaitu Geguritan Tamtam, Geguritan Basur, Geguritan Ni Sumala, Geguritan
Pakang Raras, Geguritan Durma, Geguritan Sucita, dan sebagainya.
Pupuh juga memiliki
beberapa variasi yang beranekaragam, sesuai dengan alur cerita dalam geguritan,
misalnya pupuh Sinom memiliki beberapa variasi yaitu pupuh Sinom Uug Payangan (ditembangkan dalam Geguritan Uug Payangan); pupuh
Ginada memiliki variasi pupuh Ginada
Basur (ditembangkan dalam Geguritan
Basur); pupuh Ginada Jayaprana
(ditembangkan dalam Geguritan Jayaprana);
dan beberapa variasi pupuh yang lain.
Selain itu, pupuh sebagai rangkaian
tembang memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter pupuh tersebut akan tampak ketika dilantunkan dengan ekspresi,
berupa rasa romantis, sedih, senang, berwibawa, dan sebagainya.
Tabel 1.1 Karakter Pupuh
No.
|
Nama Pupuh
|
Sifat/Karakter
|
Keterangan
|
1
|
Maskumambang
|
Perasaan
yang sedih, merana, terkadang romantis.
|
Baiknya
untuk mengetuk perasaan.
|
2
|
Mijil
|
Perasaan
was-was.
|
Untuk
menguraikan nasihat.
|
3
|
Pucung
|
Kendor,
tanpa disertai perasaan memuncak.
|
Untuk
menguraikan nasihat.
|
4
|
Ginanti
|
Senang
ajaran, filsafat
|
Untuk
menguraikan sesuatu.
|
5
|
Ginada
|
Kesedihan,
merana, dan kekecewaan.
|
-
|
6
|
Sinom
|
Romantis,
ramah tamah.
|
Baik
untuk menguraikan nasihat atau amanat.
|
7
|
Semarandana
|
Agak
sedih, terkadang romantis, merana.
|
Untuk
mengungkapkan cerita yang bernuansa asmara/romantis.
|
8
|
Durma
|
Agak
keras, tegas terkadang bengis.
|
Untuk
cerita-cerita kepahlawanan.
|
9
|
Pangkur
|
Perasaan
hati yang memuncak.
|
Cocok
untuk menyampaikan masalah yang serius/mantap.
|
10
|
Dangdanggula
|
Halus,
lemah gemulai.
|
Untuk
menguraikan nasihat.
|
11
|
Demung
|
Rasa
mantap/serius.
|
-
|
12
|
Gambuh
|
Rasa
lemah gemulai, romantis.
|
Untuk
mengungkapkan luapan perasaan yang mendalam.
|
13
|
Adri
|
Rasa
mantap dan ramah.
|
-
|
14
|
Magatruh
|
Rasa
menyindir, mengkritik, mengejek.
|
-
|
15
|
Tikus
Kapanting
|
Rasa
serius dan percaya diri.
|
Untuk
memberikan nasihat atau amanat.
|
Tembang macapat diatur
oleh padalingsa, yaitu huruf vokal
pada akhir suku kata masing-masing baris dalam satu bait. Namun, padalingsa juga dapat mencakup tiga
aturan (uger-uger), yaitu guru gatra,
guru wilangan, dan guru suara/ding dong.
a. Guru
gatra, yaitu banyaknya baris dalam satu bait pupuh.
b. Guru
wilangan, yaitu banyaknya suku kata dalam satu baris pupuh.
c. Guru
suara/ding dong, yaitu huruf vokal pada akhir suku kata masing-masing baris
dalam satu bait pupuh.
Tabel 1.2 Padalingsa Pupuh
No
|
Nama Pupuh
|
Banyak Baris
|
Baris ke:
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
|||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
|
Pucung
Mijil
Maskumambang
Pangkur
Ginada
Ginanti
Sinom
Dangdang
gula
Semarandana
Durma
Adri
Gambuh
Demung
Megatruh
Tikus
Kapanting
|
6
7
5
7
7
6
10
12
7
7
8
5
7
5
8
|
4u
4u
4u
8a
8a
8u
8a
10i
8i
12a
10u
7u
8a
12u
8u
|
8u
6i
8i
11i
8i
8i
8i
4a
8a
8i
6a
10u
10u
8i
8i
|
6a
6o
6a
8u
8a
8a
8a
6a
8a
6a
8i
12i
8u
8u
8a
|
8i
10e
8i
8a
8u
8i
8i
8e
8a
8a
8u
8u
8a
8i
8u
|
4u
10i
8a
12u
8a
8a
8i
8u
8a
8i
8e
8o
8u
8o
8a
|
8a
6i
-
8a
4i
8i
8u
8i
8u
4a
8u
-
8a
-
8i
|
-
6u
-
8i
8a
-
8a
8a
8a
7i
9a
-
8u
-
8u
|
-
-
-
-
-
-
8i
8u
-
-
8a
-
-
-
8i
|
-
-
-
-
-
-
4u
8a
-
-
-
-
-
-
-
|
-
-
-
-
-
-
8a
4a
-
-
-
-
-
-
-
|
-
-
-
-
-
-
-
8i
-
-
-
-
-
-
-
|
-
-
-
-
-
-
-
8a
-
-
-
-
-
-
-
|
Dalam
menyajikan tembang macapat atau pupuh pada dasarnya dapat ditempuh dengan dua
cara yakni sebagai berikut.
1)
Sistem paca priring, yaitu sistem
membaca atau menyajikan nada-nada pokok tembang satu demi satu bagi orang yang
baru mulai belajar menembang.
2)
Sistem ngwilet atau gregel, yaitu sistem
dalam menyanyikan tembang sudah memakai hiasan atau variasi cengkok, anak nada,
dan pemakaian tempo lebih panjang. Cara ini dapat melahirkan gaya tiap
penyanyi, namun masih tetap pada tema lagu atau tembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Wusan Ngwacen sampunang lali maosin iriki! Suksma