Untuk lebih memahami tentang jenis-jenis sastra Bali, maka dengan ini saya mencoba menguraikan sastra Bali dari 4 (empat) tinjauan, yaitu sastra Bali: (1) berdasarkan kondisi empiris dan pragmatis, (2) berdasarkan cara, teknik/tradisi penyajian, (3) berdasarkan struktur penulisan, dan (4) berdasarkan struktur, corak dan waktu pertumbuhkembangannya. untuk lebih jelasnya dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. Berdasarkan Kondisi Empiris dan
Pragmatis
Berdasarkan kondisi
empiris dan pragmatisnya, sastra Bali dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
sebagai berikut.
a.
Secara Struktural
Secara struktural
sastra Bali merupakan himpunan dari karya-karya sastra yang berbahasa Bali,
baik bahasa Bali Tengahan maupun bahasa Bali Baru. Tinjauan ini didasarkan atas
konstruksi yang membentuk suatu bangun karya sastra Bali. Bahasa nerupakan
aspek mendasar dalam mengkonstruksi suatu karya sastra dan selanjutnya dapat
memberikan ciri khas terhadap karya sastra tersebut yang dapat membedakannya
dengan karya sastra lain. Begitu juga halnya dengan bahasa Bali.
Sebagai aspek mendasar
dalam mengkonstruksi karya-karya sastra Bali, bahasa Bali dapat menjadi suatu
ciri khas bagi karya-karya sastra lainnya. Adapun contoh dari karya-karya
sastra Bali yang termasuk dalam kategori ini adalah gegendingan/dolanan, pupuh (geguritan), pralambang (pribahasa), babad, satua, cerpen, novel, roman,
drama dan
puisi-puisi Bali modern.
b.
Secara Fungsional
Secara fungisonal, di
samping merupakan karya-karya sastra yang berbahasa Bali, sastra Bali juga
meliputi karya-karya sastra (yang berbahasa Jawa Kuna (Kawi). Tinjauan ini
didasarkan atas penggunaan karya-karya sastra Jawa Kuna dalam aspek-aspek
kehidupan masyarakat Bali, terutama pada aspek relegi ataupun keagamaan. Sastra
Jawa Kuna memiliki kedudukan yang signifikan dalam aktivitas relegi atau
keagamaan (Hindu) pada masyarakat Bali. Bahkan, karya-karya sastra Jawa Kuna
tersebut telah dianggap sebagai “milik” masyarakat Bali karena adanya kedekatan
maupun keakraban terhadap karya sastra tersebut.
Adapun contoh
karya-karya sastra Jawa Kuna, sebagai karya sastra Bali secara fungsional
tersebut adalah kidung, wirama, palawakia, kanda-kanda dan parwa-parwa.
2. Berdasarkan Cara, Teknik, atau
Tradisi Penyajian
Klasifikasi sastra Bali
berdasarkan cara, teknik, atau tradisi penyajiannya dapat dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu: sastra lisan dan sastra tulis.
a.
Sastra Lisan (Sastra Gantian, Sastra
Tutur)
Menurut
Wayan Budha Gautama, sastra lisan juga disebut kesusastran pretakjana (2007: 31). Sastra Bali dalam bentuk lisan
merupakan formulasi dari sastra Bali sebagai teks-teks yang disampaikan secara oralty, yaitu dari mulut ke mulut antara
penutur dan pendengar. Proses dalam penyampaian tersebut berlangsung
turun-temurun dari generasi ke generasi dalam berbagai versi maupun variasi.
Dalam
perkembangannya, sastra (Bali) lisan tersebut telah banyak yang ditulis. Di
samping itu, karya-karya tersebut juga ditransformasikan ke dalam bentuk karya
sastra tulis, seperti ke dalam geguritan
dan peparikan. Sastra Bali dalam
formulasi ini juga dapat dikaji melalui perspektif folklor, yaitu suatu ilmu tentang budaya, yang cenderung sebagai
budaya lisan, yang telah mengakar pada susatu masyarakat tertentu. Adapun yang
termasuk ke dalam sastra lisan ini adalah tembang
(
puisi ) berupa gegendingan/dolanan
dan gancaran (prosa) berupa satua-satua Bali.
Contoh
sastra lisan dalam bentuk tembang
(
puisi ), yaitu gegendingan atau
nyanyian anak-anak (made cenik, goak
maling taluh,dan lain-lain).
Contoh lisan dalam
bentuk gancaran (
prosa ), diantaranya Satua
Pan Balang Tamak, Satua I Siap Selem, Satua I Bawang Teken I Kesuna, Satua Men
Cubling, Satua Pan Angklung Gadang, dan lain-lain.
b. Sastra
Tulis (Sesuratan)
Sastra tulis
(sesuratan) juga dikenal dengan nama “kesusastran
sujana” oleh Wayan Budha Gautama (2007: 32). Satra Bali dalam bentuk tulis
merupakan formulasi dari sastra Bali sebagai teks-teks yang tertuang dalam
naskah-naskah tulisan tangan (manuskrips)
maupun cetakan, baik berupa lontar, tembaga, maupun kertas. Sastra tulis ini
merupakan perkembangan dari sastra lisan sebelumnya ketika masyarakat Bali
telah mengenal aksara (huruf).
Sastra lisan lebih
mementingkan makna yang terkandung di dalamnya daripada bentuk yang tersaji,
sedangkan sastra tulis, adanya bentuk yang tersaji secara tertulis tersebut
merupakan suatu rangkaian tanda yang dapat menjadi jembatan untuk menelusuri
jejak-jejak makna yang terkandung di dalamnya. Adapun yang termasuk dalam
sastra tulis yaitu:
(1) Terikat,
yaitu tembang (
puisi ); sekar rare (gegendingan/dolanan), sekar alit
(pupuh), sekar madya (kawitan/kidung), dan sekar agung (wirama) serta
peparikan.
3. Berdasarkan Bentuk/Struktur
Penulisan
Berdasarkan
bentuk/struktur penulisannya, sastra Bali dapat diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) yaitu:
puisi (tembang),
prosa (gancaran), dan prosa liris (palawakia).
a.
Puisi (Tembang)
Sastra Bali dalam
bentuk
puisi (paletan tembang) ini
merupakan formulasi dari sastra Bali sebagai suatu karangan dengan pola yang
terikat. Seperti karakteristik puisi pada umumnya, kesusastraan Bali dalam hal
ini tampil dengan suatu pola yang terstruktur oleh konvensi-konvensi tertentu
yang mengikat dan memberikan karakter yang tertentu pula.
Contoh sastra Bali
dalam bentuk
puisi (tembang), yaitu gegendingan/dolanan, pupuh, kidung, wirama, babad dalam bentuk geguritan/peparikan, dan
puisi-
puisi Bali Modern.
b.
Prosa (Gancaran)
Sastra Bali dalam
bentuk
prosa (gancaran) merupakan
formulasi dari sastra Bali sebagai suatu karangan (fiksi) dengan pola yang
bebas. Dalam hal ini, sastra Bali tampil sebagai suatu karangan yang tidak
begitu terikat oleh bentuk yang mengemas seperti pada bentuk puisi di atas.
Walaupun demikian, adanya hal-hal mendasar dalam
prosa (fiksi) merupakan suatu
struktur atau unsur yang signifikan dalam mengonstruksi karya-karya sastra
prosa tersebut.
c.
Prosa Liris (Palawakia)
Sastra Bali dalam
bentuk prosa liris prosa liris (palawakia)
merupakan karangan bebas, yang tidak terikat dengan aturan seperti prosodi dan
metrum seperti pada puisi (tembang). Palawakia merupakan karangan bebas yang dibaca dengan cara diiramakan/dilagukan.
Umumnya palawakia menggunakan bahasa
Jawa Kuna/Tengahan.
Contoh sastra Bali
dalam bentuk palawakia, yaitu Astadasa Parwa (dalam Kakawin Mahabharata) seperti Adi Parwa sampai dengan Swarga Rohana Parwa, Sapta Kanda (dalam Ramayana) seperti Bala Kanda
sampai dengan Uttara Kanda, dan lain
sebagainya.
4. Berdasarkan Struktur, Corak dan
Waktu Pertumbuhkembangannya
Berdasarkan struktur
corak dan waktu pertumbuhkembangannya, sastra Bali dapat diklasifikasikan
menjadi 2 (dua), yaitu: (1) sastra Bali purwa
(klasik/lama/kuno), dan (2) sastra Bali anyar
(baru/modern).
a.
Sastra Bali Purwa
Sastra Bali purwa
(klasik/lama/kuno) merupakan formulasi dari sastra Bali sebagai sastra yang
bercorak dan bersifat tradisi atau warisan secara turun-temurun dari masa
lampau. Sastra Bali dalam hal ini juga disebut sebagai sastra Bali tradisional
sebagai himpunan karya-karya sastra yang dibangun atas struktur tradisional,
baik dalam konvensi, tema, tokoh, maupun motif cerita yang ditampilkan. Pada
karya-karya sastra tersebut dapat dijumpai adanya nilai-nilai luhur yang telah
hidup dan dianut oleh masyarakat Bali sejak masa lampau sabagai nilai-nilai
yang adiluhung. Contoh sastra Bali purwa,
yaitu tembang, gancaran, dan palawakia.
b.
Sastra Bali Anyar
Sastra Bali anyar (baru/modern) merupakan formulasi
dari sastra sebagai suatu pola atau tipologi sastra yang muncul pada masa
kolonial dengan adanya pengaruh dari sastra Indonesia maupun Barat. Pada masa
kolonial, sastra Barat, seperti novel, cerpen (short story), dan
puisi-puisi (poetry)
Barat, mulai masuk ke Indonesia. Pola-pola sastra tersebut diterima dalam
sastra Indonesia melalui suatu adopsi dan adaptasi, sehingga lahirlah sastra
Indonesia Modern.
Perkembangan sastra
Indonesia yang demikian turut mempengaruhi perkembangan sastra Bali, sehingga
pola-pola sastra tersebut juga diinternalisasi ke dalam sastra Bali. Hal ini
ditunjukkan oleh lahirnya novel-novel, cerpen-cerpen (satua bawak), maupun
puisi-puisi Bali modern yang tentunya
menggunakan bahasa Bali. Pola sastra tersebut merupakan contoh-contoh dari
sastra Bali anyar tersebut. Contoh sastra Bali anyar, yaitu puisi dan
prosa.
Daftar Pustaka
Antara, I Gusti Putu. 2005. Sastra Bali Purwa. Sebuah buku
pengajaran Sastra Bali Purwa D2 PGSD (Kelas Konsentrasi), FIP IKIP Negeri
Singaraja.
Antara, I Gusti Putu. 2008. Prosa Fiksi Bali Tradisional. Singaraja:
Yayasan Gita Wandawa.
Gautama, Wayan Budha. 2007. Kasusastraan Bali. Cakepan Panuntun Mlajahin
Kasusastraan Bali. Surabaya: Paramita.
Santosa, Wijaya Heru dan Sri Wahyuningtyas.
2010. Pengantar Apresiasi Prosa.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Tim Penyusun. 2005. Kasusastran Bali. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
Wisnu, I Wayan Gede. 2005. Sejarah Kajian Sastra Bali. Sebuah Pengantar.
Denpasar: FPBS, IKIP PGRI Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Wusan Ngwacen sampunang lali maosin iriki! Suksma